Beberapa contoh tadi amat luwes untuk melancarkan kejahatan digital seperti penipuan, peretasan, dan operasi siber otomatis lainnya.
Pelakunya bukan kelompok kriminal biasa
Baca Juga:
Aksi Penipuan Vespa Antik di Bekasi, 66 Korban Rugi Rp2 Miliar
Menurut Kaspersky, kelompok yang memanfaatkan Dark AI bukan individu-individu melainkan kelompok kriminal. Bukan hanya kelompok biasa, ada kecenderungan pemanfaatan Dark AI digunakan untuk operasi siber yang rumit.
Apa yang Kaspersky temukan ternyata senada dengan laporan dari OpenAI yang mengklaim telah memblokir lebih dari 20 aktivitas tidak biasa yang terindikasi memanfaatkan platform mereka untuk tujuan kejahatan siber.
Dalam menjalankan modus operandinya, kelompok kriminal ini pun membungkus identitas palsu mereka dengan cukup rapi. Mereka bahkan dapat berkontak secara real-time dengan korban dan merancang konten-konten mereka dalam berbagai bahasa untuk bisa menembus filter keamanan konvensional.
Baca Juga:
Waspada! Aplikasi 68 EA GS Investment Group, Investasi Bodong Sedot Uang Warga Sumut Miliaran
Hal yang menjadi kunci masalah menurut Lozhkin adalah bahwa AI ini tidak memiliki set moral dan etika untuk membedakan baik buruk intensi dari prompt yang diberikan. Kecerdasan buatan hanya punya orientasi utama untuk mematuhi perintah.
"AI tidak secara inheren dapat membedakan yang benar dan yang salah, melainkan alat yang mengikuti perintah. Bahkan ketika perlindungan telah diterapkan, kita tahu APT adalah penyerang yang gigih," kata Lozhkin.
"Seiring dengan semakin mudah diakses dan mumpuninya perangkat dark AI, penting bagi organisasi dan individu di Asia Pasifik untuk memperkuat higiene keamanan siber, berinvestasi dalam deteksi ancaman yang didukung oleh AI itu sendiri, dan terus mempelajari bagaimana teknologi ini dapat dieksploitasi," pungkasnya.