“Dari model jenis gempa tersebut akan menyebabkan kenaikan atau uplift dan juga bisa menyebabkan penurunan atau subsidens di sisi yang lain," jelasnya.
Dia juga mencontohkan naiknya dataran saat gempa mengguncang Lombok, Nusa Tenggara Barat. Saat itu, gempa mengakibatkan fenomena naiknya Pulau Lombok. Dilihat dari indikasi Peta Satelit, menunjukkan adanya kenaikan dari permukaannya sebesar 25 sentimeter.
Baca Juga:
Keresahan Warga Gonting Malaha atas Judi Tembak Ikan, Tindakan Polsek Bandar Pulau Dinantikan
“Jadi fenomena ini bisa terjadi pasca-gempa bumi yang menyebabkan deformasi regional,” katanya.
Ia menambahkan, fenomena kemunculan pulau baru akibat dampak dari gempa bumi di Tanimbar itu tidak menyebabkan bahaya ikutan (collateral hazard) berupa adanya longsoran skala masif, gerakan tanah disertai likuifaksi, atau tsunami.
Terkait keresahan warga di wilayah itu, Herfien mengakui bahwa laut Banda dan wilayah di sekitar Kabupaten Kepulauan Tanimbar dan Kabupaten Maluku Barat Daya tergolong rawan bencana gempa bumi dan tsunami.
Baca Juga:
Bukan Pulau Jawa, Salah Satu Pulau Terpadat di Dunia Ada di Indonesia
Menurutnya, dari catatan Badan Geologi, kejadian tsunami pernah melanda wilayah di sekitar laut Banda pada tahun 1629, 1852, 1938 dan 1975.
Meski begitu, ia mengimbau masyarakat di wilayah tersebut agar tetap tenang dan tidak percaya pada isu yang tidak bertanggung jawab.
“Kami mengimbau agar masyarakat tetap tenang dan mengikuti arahan dari BPBD atau BMKG setempat. Jangan terpancing isu yang tidak bertanggung jawab mengenai gempa bumi dan tsunami. [eta]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.