Perbedaan panjang gelombang yang diserap digunakan untuk memperkirakan kandungan molekul di atmosfer.
Namun, dalam kasus ini, banyak senyawa yang memiliki ciri serupa dengan dimetil sulfida, terutama senyawa karbon dengan tiga hidrogen, yang bisa menghasilkan sinyal yang sama.
Baca Juga:
Kata Pakar Soal Ilmuwan Hidupkan Kembali Serigala Setelah Lebih dari 10 Ribu Tahun punah
"Apa pun yang memiliki satu karbon terikat tiga hidrogen bisa muncul di panjang gelombang itu," ujar Michael Zhang, peneliti lain.
"Jadi bukan hanya dimetil sulfida. Ada banyak senyawa lain yang bisa menimbulkan sinyal serupa," tutur dia.
Salah satu kandidat yang mungkin menjelaskan sinyal tersebut adalah etana, gas yang umum ditemukan di atmosfer planet seperti Neptunus dan tidak berhubungan dengan aktivitas biologis.
Baca Juga:
Profil Ilmuwan Brian Yuliarto yang Kini Menjabat Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi
Caroline Piaulet-Ghorayeb, salah satu anggota tim, menekankan ilmuwan sebaiknya memulai analisis dari penjelasan paling sederhana terlebih dahulu.
"Molekul yang eksotis baru boleh dimasukkan ke dalam interpretasi kalau kita sudah benar-benar menyingkirkan semua kemungkinan yang lebih umum," katanya.
Selain itu, data yang digunakan dalam klaim awal hanya berasal dari satu sesi pengamatan. Ketika data dari sesi lain, termasuk dari teleskop Hubble, turut dianalisis, sinyal keberadaan dimetil sulfida justru tampak jauh lebih lemah.