"Peningkatan dipengaruhi oleh krisis pandemi. Dan ini belum ada apa-apanya. Ini baru fenomena gunung es. Jumlah yang tidak dilaporkan berlipat ganda juga," sebut dia.
Nadiem menyebut efek kekerasan terhadap perempuan berlangsung permanen. Mereka banyak yang mengalami trauma secara berkepanjangan.
Baca Juga:
Pantas Anggota DPR Ngamuk ke Nadiem, Ternyata 17 Sekolah di NTT Mangkrak 2 Tahun
"Bayangkan menerima trauma di umur yang begitu muda seluruh masa depannya terancam," ujar Nadiem dalam sebuah webinar, Jumat (10/12).
Hal itu patut disayangkan mengingat menurut Nadiem perempuan menempati posisi sentral dalam membentuk peradaban. "Perempuan punya peran penting dalam pembangunan bangsa dan negara. Indonesia memiliki banyak tokoh perempuan pejuang kemerdekaan dan pejuang pendidikan," kata dia.
Nadiem membaca bahwa selama diterjang pandemi Covid-19 angka kekerasan terhadap perempuan mengalami tren kenaikan. Sepanjang Januari hingga Juli 2021 saja telah terjadi 2.500 kasus kekerasan terhadap perempuan. Angka ini melampaui catatan 2020 yang mencapai 2.400 kasus.
Baca Juga:
Meledak-ledak Saat Semprot Mendikbud Nadiem, Inilah Profil Anggota DPR Anita Jacoba
"Peningkatan dipengaruhi oleh krisis pandemi. Dan ini belum ada apa-apanya. Ini baru fenomena gunung es. Jumlah yang tidak dilaporkan berlipat ganda juga," sebut dia.
Untuk itu meminimalisir kasus kekerasan terhadap perempuan itu, Kemendikbud Ristek menerbitkan peraturan Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi. Menurut Nadiem, kerangka aturan ini menjadi obat pemberantas salah satu dari tiga dosa besar di lingkungan kampus.
"Permen PPKS mendorong warga kampus untuk berkolaborasi dalam memberikan edukasi tentang kekerasan seksual, menangani kekerasan seksual, menangani kasus kekerasan seksual yang difasilitasi Satgas Kampus dan pimpinan perguruan tinggi," ujar Nadiem