Bila melihat hasil survei tersebut, di mana tiga jenderal masuk ke dalam bursa Capres, bukan berarti publik masih mendambakan ingin dipimpin kembali oleh orang berlatar belakang militer.
Analis politik Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes, mengatakan, survei itu justru menggambarkan bahwa preferensi masyarakat terhadap sosok Capres tak lagi melulu berlatar militer.
Baca Juga:
Pemohon Uji Materi UU Pemilu Desak Percepatan Pelantikan Presiden Terpilih
"Nah, jadi poinnya, pemilih itu berubah. Orang enggak akan lihat lagi atribusi militer sebagai preferensi utama. Makanya, tokoh-tokoh berlatar militer seperti Mas AHY yang baru itu rendah. Lalu Pak Gatot enggak sampai 2 persen, begitu juga Pak Andika 2 persen," kata Arya, saat dihubungi wartawan, Kamis (24/2/2022).
Sementara itu, sorotan publik saat ini justru kepada tokoh-tokoh yang bukan berlatar militer.
Oleh karena itu, Arya melihat tokoh-tokoh kepala daerah dari sipil, justru memuncaki posisi atas elektabilitas survei.
Baca Juga:
Mahfud MD: Saya Lebih Baik dari Prabowo-Gibran, tetapi Rakyat Lebih Percaya Mereka
Ia mencontohkan, bagaimana Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, dan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, bersaing memuncaki posisi atas pada beberapa survei nasional.
"Jadi memang bukan melulu soal publik inginkan capres berlatar militer. Enggak juga. Karena yang tinggi itu kan Pak Ganjar dari sipil, Pak Anies sipil, Ridwan Kamil sipil," ujarnya.
Terkait nama Prabowo yang memuncaki elektabilitas dalam Survei Litbang Kompas, Arya berpendapat bahwa hal tersebut bukan lantaran latar belakang militernya.