WahanaNews.co | Pemerintah, melalui Direktorat Jenderal Pajak
Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu), telah merilis tampilan meterai Rp 10.000, sebagai pengganti
meterai tempel lama desain tahun 2014.
Menurut
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Hestu Yoga Saksama, meterai tempel
baru telah tersedia di seluruh Kantor Pos Indonesia.
Baca Juga:
Ketua KPU Jakarta Barat Ingatkan Dokumen Yang Perlu Dibawa ke TPS Pilkada 2024
Disebutkan,
meterai baru mempunyai ciri umum dan khusus yang perlu diketahui masyarakat.
Ciri Umum
dan Khusus
Baca Juga:
Kasus Investasi Fiktif Taspen, KPK Dalami Penempatan Reksadana PT IIM
Adapun
secara umum, terdapat beberapa ciri berikut:
1. Gambar lambang negara Garuda Pancasila, angka
"10000" dan tulisan "SEPULUH RIBU RUPIAH" yang menunjukkan
tarif bea meterai;
2. Teks mikro modulasi "INDONESIA";
3. Blok ornamen khas Indonesia.
Sedangkan
ciri khusunya, antara lain:
1. Warna meterai didominasi merah muda, serat berwarna merah dan
kuning yang tampak pada kertas;
2. Garis hologram sekuriti berbentuk persegi panjang yang memuat
gambar lambang negara Garuda Pancasila;
3. Gambar bintang;
4. Logo Kementerian Keuangan dan tulisan "djp".
Hestu
menambahkan, desain meterai tempel baru mengusung tema Ornamen Nusantara, untuk
mewakili semangat menularkan rasa bangga atas kekayaan yang dimiliki Indonesia
dan semangat nasionalisme.
Dokumen
yang Dikenai Bea Meterai Rp 10 Ribu
Situs indonesia.go.id menjelaskan, batasan
pengenaan bea meterai menjadi Rp 5 juta.
Ini
bukan hanya berlaku pada dokumen fisik dalam kertas, melainkan juga untuk
dokumen digital dan transaksi elektronik.
Melansir
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020, Bab II menjelaskan mengenai objek, tarif,
dan saat terutang bea meterai.
Bea
meterai dikenakan atas dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan
mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata dan dokumen yang digunakan
sebagai alat bukti di pengadilan.
Menurut
Pasal 3 UU Nomor 10 Tahun 2020, ada 8 dokumen yang kena bea meterai Rp 10.000.
Apa
saja? Berikut rinciannya:
1.
Surat perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya
beserta rangkapnya;
2. Akta
notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya;
3. Akta
Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipannya;
4.
Surat berharga;
5.
Dokumen transaksi surat berharga, termasuk Dokumen transaksi kontrak berjangka;
6.
Dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang,
salinan risalah lelang, dan grosse risalah lelang;
7.
Dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari 5.000.000
yang Menyebutkan penerimaan uang Berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau
sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan;
8.Dokumen
lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pada
Pasal 4 UU Nomor 10 Tahun 2020, bea meterai dikenakan satu kali untuk setiap
dokumen tersebut.
"Bea Meterai dikenakan satu kali untuk setiap
Dokumen sebagaimana dimaksud dalam pasal 3," bunyi pasal 4.
Sementara
itu, stok meterai tempel edisi 2014 yang masih tersisa, masyarakat masih dapat
menggunakannya sampai dengan 31 Desember 2021 dengan nilai paling sedikit Rp
9.000.
Caranya
dengan membubuhkan tiga meterai masing-masing senilai Rp 3.000; dua
meterai masing-masing Rp 6.000; atau meterai Rp 3.000 dan Rp 6.000; pada dokumen.
Disebutkan,
pengubahan bea meterai akan menambah potensi penerimaan negara menjadi Rp 11
triliun di tahun 2021.
Adapun
penerimaan negara di tahun 2019 dari bea meterai atau materai Rp 3.000 dan Rp
6.000 sebesar Rp 5 triliun. [dhn]