WahanaNews.co | Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana menjelaskan pengawasan pengumpulan dan penyaluran dana publik untuk pemberian bantuan telah diatur oleh Peraturan Presiden nomor 18 Tahun 2017.
Dan baru saja, PPATK telah melakukan analisis terhadap lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) sejak tahun 2018.
Baca Juga:
Heboh Kasus ACT, Kemensos Kaji Regulasi Pengumpulan Uang dan Barang
Bahkan PPATK juga telah melakukan analisis penghimpunan dana publik yang dilakukan oleh ACT melalui penelusuran transaksi keuangan yang dilaporkan ke lembaga tersebut.
"Peraturan telah jelas mengatur setiap lembaga atau organisasi masyarakat (ormas) yang melakukan penghimpunan dan penyaluran sumbangan untuk melakukan prinsip-prinsip kehati-hatian dan harus dikelola secara akuntabel," ujar Ivan dalam konferensi pers di Gedung PPATK, Jakarta Pusat, Rabu (6/7/2022).
Menurut Ivan, perputaran dana yang masuk melalui ACT tersebut mencapai Rp1 triliun per tahunnya. Kemudian ia mengungkapkan para pemilik ACT memiliki struktur kepemilikan yayasan menggunakan nama pribadi pendirinya.
Baca Juga:
PPATK: 176 Lembaga Seperti ACT Diduga Selewangkan Dana
"Yayasan ACT ini memang memiliki transaksi yang masif tapi masih terkait dengan entitas yang dimiliki oleh pengurus secara pribadi," ujar Ivan.
PPATK juga menemukan, lanjut Ivan, pengelolaan keuangan yang mengalir di Yayasan ACT tersebut diduga bukan menghimpun dana untuk langsung dialirkan kepada tujuan sumbangan, tetapi dikelola secara bisnis.
"Jadi kami menduga ini merupakan transaksi yang dikelola dari bisnis ke bisnis sehingga tidak murni menghimpun dana kemudian disalurkan kepada tujuan. Tetapi sebenarnya dikelola dahulu sehingga terdapat keuntungan di dalamnya," kata Ivan.
Ivan menemukan sebuah kasus yang melibatkan salah satu entitas perusahaan yang melakukan transaksi dengan yayasan ACT senilai Rp30 miliar, ternyata pemilik perusahaan tersebut juga adalah salah satu pendiri lembaga filantropi tersebut.
"Kami menemukan ada transaksi lebih dari dua tahun senilai Rp30 miliar yang ternyata transaksi itu berputar antara pemilik perusahaan yang notabene juga salah satu pendiri yayasan ACT," jelas Ivan.
Atas temuannya tersebut, Ivan mengungkapkan PPATK melakukan pembekuan atas 60 rekening yang berafiliasi dengan Yayasan ACT mulai hari ini.
"Kami putuskan untuk menghentikan sementara transaksi atas 60 rekening atas nama yayasan ACT di 33 penyedia jasa keuangan," tegas Ivan.
Selain itu, Ivan menjelaskan Yayasan ACT juga melakukan transaksi dengan lembaga luar negeri atau entitas asing. Berdasarkan data yang ada, PPATK temukan lebih dari 2000 kali transaksi yang dilakukan ACT dengan pihak-pihak asing di luar negeri mencapai Rp64 miliar.
"Kegiatan entitas yayasan ini juga bertransaksi dengan 10 negara yang paling besar menerima dan mengirim ke yayasan tersebut berdasarkan laporan 2014-2022," ujar Ivan. [rsy]