WahanaNews.co | Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Bupati nonaktif Bogor Ade Munawaroh Yasin atau Ade Yasin, menyuap tim auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Jawa Barat (Jabar) senilai Rp 1,9 miliar.
Suap itu diberikan Ade Yasin supaya laporan keuangan Pemkab Bogor tahun anggaran 2021 meraih opini wajar tanpa pengecualian (WTP).
Baca Juga:
Setyo Budiyanto Terpilih sebagai Ketua KPK: OTT Tetap Senjata Utama
Perbuatan Ade Yasin tersebut dilakukan bersama dengan Kepala Sub Bidang Kas Daerah pada BPKAD Pemkab Bogor, Ihsan Ayatullah; Sekretaris Dinas PUPR Pemkab Bogor, Maulana Adam; dan pejabat pembuat komitmen (PPK) dan Sub Koordinator Pembangunan Jalan dan Jembatan Wilayah 2 pada Dinas PUPR Pemkab Bogor, Rizki Taufik Hidayat.
“Melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberikan uang yang keseluruhannya berjumlah Rp 1.935.000.000,” ujar jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (13/7/2022).
Uang tersebut diberikan kepada Anthon Merdiansyah, Arko Mulawan, Hendra Nur Rahmatullah Kartiwa, dan Gerri Ginanjar Trie Rahmatullah selaku tim pemeriksa BPK Jabar terkait audit keuangan Pemkab Bogor tahun anggaran 2021.
Baca Juga:
Lima Pimpinan Baru KPK Ditetapkan, Setyo Budiyanto Jadi Ketua
Dalam surat dakwannya, jaksa KPK memaparkan, Ade Yasin memberikan arahan ke Ihsan Ayatullah untuk mengondisikan temuan-temuan oleh tim pemeriksa BPK Jabar untuk laporan keuangan tahun anggaran 2020.
Hal itu dilakukan dengan memberikan sejumlah uang ke tim pemeriksa tersebut agar Pemkab Bogor meraih opini WTP.
Jaksa KPK mengungkapkan, dari aliran suap yang diberikan Ade Yasin, ternyata ada aliran uang demi biaya sekolah Agus Khotib selaku Kepala BPK Jabar senilai Rp 100 juta. Pemberian uang tersebut disetujui Ade Yasin, kemudian Ihsan Ayatullah memberikannya ke Hendra Nur.
Selanjutnya, pada Januari 2022 Ade Yasin dan Ihsan Ayatullah mengetahui BPK Jabar kembali melakukan pemeriksaan tahunan terhadap laporan keuangan Pemkab Bogor tahun anggaran 2021.
“Sebagaimana arahan terdakwa Ade Yasin pada pemeriksaan-pemeriksaan tahunan oleh BPK-RI perwakilan Provinsi Jabar pada tahun anggaran sebelumnya, Ihsan Ayatullah kembali melakukan pengondisian terkait pemeriksaan oleh BPK RI perwakilan Provinsi Jabar agar tidak ada temuan-temuan sehingga LKPD (laporan keuangan pemerintah daerah) Kabupaten Bogor TA 2021 tetap mendapatkan opini WTP seperti tahun anggaran sebelumnya,” tutur jaksa.
Ihsan Ayatullah bersama Maulana Adam dan Rizky Taufik mengumpulkan uang dari sejumlah SKPD serta para kontraktor yang mengerjakan proyek di lingkungan Pemkab Bogor.
Masih di Januari 2022, Ihsan Ayatullah dan Maulana Adam menyiapkan Rp 100 juta untuk diberikan ke Hendra Nur yang akan meneruskannya ke Anthon Merdiansyah.
Uang diberikan agar tim pemeriksa dari BPK Jabar dapat disamakan dengan sebelumnya yang telah memeriksa laporan keuangan Pemkab Bogor.
“Selain itu, Ihsan Ayatullah juga memberikan uang sebesar Rp 10 juta sebagai uang operasional untuk Hendra Nur Rahmatullah Kartiwa dan Geri Ginanjar Trie Rahmatullah,” ungkap jaksa.
Jaksa KPK menyebut, Agus Khotib sebagai Kepala BPK perwakilan Jabar menunjuk tim pemeriksa untuk pemeriksaan laporan keuangan Pemkab Bogor tahun anggaran 2021.
Orang-orang yang tergabung dalam tim tersebut yakni Anthon Merdiansyah selaku penanggung jawab, Emi Kurnia sebagai wakil penanggung jawab, Dessy Amalia sebagai pengendali teknis, Arko Mulawan jadi ketua tim, dengan anggota Hendra Nur Rahmatullah Kartiwa, Geri Ginanjar Trie Rahmatullah, dan Winda Rizmayani.
Terungkap pula, saat pemeriksaan tim BPK Jabar menemukan sejumlah temuan yang berpotensi membuat laporan keuangan Pemkab Bogor mendapatkan opini disclaimer.
Terkait potensi itu, Ihsan Ayatullah melaporkan ke Ade Yasin yang kemudian mengarahkan agar laporan keuangan Pemkab Bogor harus tetap mendapatkan opini WTP.
“Karena opini WTP merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh Pemkab Bogor untuk mendapatkan dana insentif daerah (DID) yang berasal dari APBN,” imbuh jaksa.
Atas arahan Ade Yasin tersebut, Ihsan Ayatullah, Maulana Adam, dan Rizki Taufik menyerahkan sejumlah uang secara bertahap ke tim pemeriksa BPK Jabar melalui Hendra Nur.
Uang tersebut kemudian dibagikan secara bertahap oleh Hendra Nur ke pemeriksa BPK Jabar. Disebutkan bahwa Hendra Nur memperoleh Rp 970 juta, Anthon sebesar Rp 135 juta, Arko Mulawan sebesar Rp 195 juta, dan Gerri Ginanjar sebesar Rp 195 juta.
Pada 19 April 2022, Hendra Nur kembali meminta Rp 500 juta ke Ihsan Ayatullah untuk tim pemeriksa BPK Jabar. Penyerahan uang tersebut secara cashless melalui rekening.
Untuk memenuhi permintaan tersebut, Ihsan sendiri telah mengumpulkan uang sebesar Rp 160 juta yang bersumber dari Bappeda Pemkab Bogor, Dinas PUPR Pemkab Bogor dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Pemkab Bogor.
Masih di bulan yang sama, Hendra Nur juga meminta Rizki Taufik menyiapkan uang tambahan sebesar Rp 500 juta. Atas permintaan tersebut, Maulana Adam dan Rizki Taufik mengumpulkan uang dari Sunaryo selaku salah satu rekanan Dinas PUPR Pemkab Bogor sebesar Rp 300 juta dan dari pengumpulan internal Dinas PUPR Pemkab Bogor senilai Rp 140 juta.
Saat hendak menyerahkan uang dengan total Rp 440 juta itu pada 26 April 2022, Hendra Nur meminta uang tersebut disimpan dulu oleh Rizki Taufik. Baru malamnya Ihsan Ayatullah, Maulana Adam, Rizki Taufik, dan Hendra Nur diamankan oleh KPK.
“Bahwa perbuatan terdakwa Ade Yasin bersama-sama dengan Ihsan Ayatullah, Maulana Adam, dan Rizki Taufik Hidayat memberikan uang kepada tim pemeriksa BPK RI perwakilan Provinsi Jabar melalui Hendra Nur Rahmatullah Kartiwa yang seluruhnya sejumlah Rp 1.935.000.000 dengan tujuan agar hasil pemeriksaan LKPD TA 2021 mendapat opini WTP,” kata jaksa.
Atas ulahnya, Ade Yasin didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. [qnt]