WahanaNews.co | Diksi
undangan bisa menjadi sebuah hasutan apabila tujuannya dibelokkan untuk
kegiatan negatif atau melanggar hukum. Hal itu diungkapkan Ahli Linguistik
Forensik dari Universitas Indonesia, Frans Asisi.
Baca Juga:
Rizieq Bebas, Muhammadiyah: Tak Perlu Euforia, Tak Perlu Fobia
Pernyataan itu ia utarakan saat dihadirkan sebagai saksi
ahli bahasa untuk terdakwa Rizieq Shihab dalam kasus kerumunan di Petamburan,
Jakarta Pusat pada persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin
(17/5).
Awalnya, hakim Suparman Nyompa menanyakan sebuah kasus
seseorang yang diundang ke sebuah tempat justru untuk melakukan perbuatan
melawan hukum.
"Ada kasus dia diundang tapi untuk melawan hukum,
apakah konotasinya negatif atau gimana?" tanya hakim.
Baca Juga:
Jika Lakukan Pelanggaran, Pembebasan Bersyarat Rizieq Bisa Dicabut
Menjawab hal itu, Frans menilai diksi 'undangan' pada
dasarnya memiliki konotasi positif. Akan tetapi bila ditemukan ada motif
ketidakjujuran dan melawan hukum dalam undangan tersebut, maka kata tersebut
dapat memiliki konotasi negatif.
"Undangan pada dasarnya konotasinya positif. Tapi kalau
dalam undangan ternyata dibelokkan untuk perbuatan negatif atau melawan hukum
jadi berubah menjadi hasutan," terang Frans.
Lebih lanjut, Frans menjelaskan diksi hasut dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengandung makna membangkitkan hasrat seseorang
untuk melakukan kemarahan. Menurutnya, hasutan ada kaitannya dengan makna
marah.
"Itu hasutan, supaya orang marah," kata dia.
Sementara itu, Frans menilai diksi undangan yang digunakan
seseorang untuk menghadiri acara ritual keagamaan tak bisa dikategorikan
sebagai sebuah hasutan. Sebab, diksi undangan dalam kondisi itu sebagai arti
yang positif.
"Kata hasutan dengan undangan, dua kata yang beda
maknanya sama sekali, mengundang berarti mempersilakan hadir dalam rapat
perjamuan dan sebagainya. Sedangkan hasutan itu maknanya lebih ke membangkitkan
hati orang supaya marah, dua hal yang berbeda," kata dia.
Dalam kasus ini, jaksa penuntut umum menuntut terdakwa
Rizieq Shihab dengan hukuman dua tahun penjara terkait kasus kerumunan di
Petamburan. Rizieq dianggap bertanggung jawab setelah terjadi kerumunan di
acara yang digelar di tengah pandemi virus corona.
Jaksa menuntut supaya majelis hakim memutuskan terdakwa
Rizieq terbukti bersalah melakukan tindak pidana penghasutan untuk melakukan
pelanggaran kekarantinaan kesehatan dalam dakwaan pertama jaksa penuntut umum.
Selain itu hakim juga diminta menjatuhi pidana tambahan
berupa pencabutan hak terdakwa memegang jabatan pada umumnya atau jabatan
tertentu, yaitu jadi anggota atau pengurus selama 3 tahun.
Perkara tersebut bermula saat Rizieq menggelar peringatan
Maulid Nabi Muhammad SAW dan pernikahan putrinya di Petamburan pada 14 November
2020. Kegiatan itu berselang 5 hari setelah Rizieq tiba di Indonesia dari Arab
Saudi pada 10 November 2020.
Acara yang berlangsung hingga dini hari itu diperkirakan
melibatkan kurang lebih 5.000 orang. Jaksa, dalam dakwaannya menilai acara itu
tak mengindahkan protokol kesehatan di masa pandemi Covid-19.
Rizieq lantas didakwa oleh jaksa menghasut masyarakat untuk
melanggar kekarantinaan kesehatan karena menggelar acara Maulid Nabi Muhammad
SAW di Petamburan saat pandemi virus corona.
Eks pentolan FPI itu diduga melakukan perbuatan tersebut
bersama-sama Haris Ubaidillah, Ahmad Sabri Lubis, Ali Alwi Alatas, Idrus, Maman
Suryadi. [qnt]