WAHANANEWS.CO, Jakarta - Dorongan untuk mempercepat pengesahan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) semakin menguat.
Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDP) bersama Komisi III DPR RI pada Senin (21/7/2025), sejumlah organisasi advokat menyampaikan dukungan dan pandangan kritis mereka terhadap RUU tersebut.
Baca Juga:
Hotman Paris Geram Lihat Pengacara Jokowi Hanya Duduk di Belakang Saat dI-BAP
Salah satu yang paling vokal adalah Kongres Advokat Indonesia (KAI) yang dipimpin oleh Hj. Siti Jamaliah Lubis, SH., MH.
Ketua Umum KAI yang akrab disapa Kak Mia itu hadir bersama puluhan anggota KAI dalam forum yang digelar di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Dalam keterangannya usai RDP, Mia menegaskan pentingnya keterpaduan antara KUHP dan KUHAP dalam sistem hukum pidana nasional.
Baca Juga:
Hinca Pandjaitan: Menuju KUHAP Baru dengan Tali-tali dari Sibagotnipohan
“KUHP yang merupakan dasar penegakan hukum pidana tidak dapat dilepaskan dari KUHAP yang berfungsi sebagai pedoman dalam proses peradilan pidana sehingga keduanya saling melengkapi dalam sistem peradilan pidana di Indonesia,” tegasnya.
Mia menambahkan, berdasarkan Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP, aturan tersebut akan berlaku mulai 2 Januari 2026.
Namun hingga kini, KUHAP baru belum disahkan oleh pemerintah. DPR saat ini disebut sedang dalam masa reses untuk menjaring masukan dari berbagai kalangan, termasuk organisasi advokat.
“Di saat bersamaan KUHAP yang baru sampai saat ini belum disahkan oleh pemerintah dengan berbagai macam pertimbangan. DPR sebagai pihak yang memiliki kewenangan untuk mensahkan KUHAP baru masih belum mengeksekusinya, namun sebaliknya saat ini sedang melakukan reses yaitu dengan mengundang berbagai pihak untuk mendengar masukan maupun saran,” jelasnya.
Melihat kondisi tersebut, KAI menyatakan sikap mendesak agar RUU KUHAP segera disahkan demi menjamin kepastian, keadilan, dan kemanfaatan hukum.
Menurut Mia, pengesahan KUHAP baru akan memperkuat perlindungan hak asasi manusia di Indonesia.
“KAI meyakini dengan diberlakukannya RUU KUHAP akan memberikan jaminan bagi masyarakat terhadap penegakan Hak Asasi Manusia,” ujarnya.
Ia juga menilai bahwa perbedaan pendapat atas sejumlah substansi pasal dalam RUU KUHAP merupakan hal wajar, namun tidak semestinya menjadi alasan untuk menunda pengesahan.
Dengan disahkannya RUU KUHAP, Mia menilai pemerintah akan memiliki cukup waktu untuk mensosialisasikan aturan tersebut ke berbagai instansi penegak hukum sebelum KUHP baru diberlakukan pada awal 2026. Ia memastikan KAI siap menjadi bagian aktif dalam proses edukasi hukum ini.
Tak hanya mendukung, KAI juga mengajukan sejumlah kritik terhadap pasal-pasal tertentu dalam draf RUU KUHAP.
Di antaranya adalah Pasal 93 tentang penahanan tersangka, Pasal 124 tentang penyadapan, Pasal 134 dan Pasal 141 mengenai hak-hak tersangka dan advokat, Pasal 157 tentang perpindahan tempat persidangan, serta Pasal 191 ayat 5 terkait kesepakatan damai antara korban dan tersangka atau terdakwa.
Mia juga menyoroti Pasal 192, Pasal 197, hingga Pasal 223 yang menyangkut sidang daring, serta Pasal 282 dan Pasal 302 mengenai pembacaan putusan banding dan pengajuan Peninjauan Kembali (PK) oleh terpidana.
RDP ini juga dihadiri oleh sejumlah tokoh advokat ternama seperti Hotman Paris, Riwanto Fiartono, Palmer Situmorang, Juniver Girsang, Maqdir Ismail, Enita Adyalaksmita, Trimedya Panjaitan, Teguh Samudra, Maria Salikin, dan Rifai Kusumanegara.
Selain KAI, organisasi advokat lain yang hadir antara lain Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI), Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI), serta Federasi Advokat Republik Indonesia (FERARI).
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]