WahanaNews.co | Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa istri Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe, Yulce Wenda serta sang anak, Astract Bona Timoramo Enembe sebagai saksi pada Rabu (18/1/2023) kemarin.
Tetapi, istri dan anak Lukas Enembe enggan bersaksi untuk berkas Enembe.
Baca Juga:
Kirim Surat, Lukas Enembe Tagih Janji Ketua KPK
Melansir BeritaSatu, Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menerangkan keduanya sejatinya diperiksa untuk berkas perkara Lukas dan penyuapnya yakni Rijatono Lakka selaku direktur PT Tabi Bangun Papua. Khusus untuk Rijatono, keduanya tidak bisa menolak untuk diperiksa.
"Untuk tersangka LE (Lukas Enembe), yang bersangkutan menggunakan hak untuk menolak diperiksa sebagai saksi. Tentu kita hargai itu karena sesuai ketentuan bisa kemudian mengundurkan diri sebagai saksi," kata Ali di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (19/1/2023).
Dalam agenda pemeriksaan untuk tersangka Rijatono, istri dan anak Lukas Enembe dicecar soal pengetahuannya tentang pertemuan antara Lukas dengan Rijatono. Pertemuan tersebut diduga membahas mengenai sejumlah proyek infrastruktur di Pemprov Papua.
Baca Juga:
MAKI Desak KPK Tolak Keinginan Lukas Enembe Jadi Tahanan Kota
KPK menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi. Selain Lukas Enembe, KPK juga menetapkan Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka sebagai tersangka pemberi suap. Rijatono diduga menyuap Lukas Enembe dan sejumlah pejabat Pemprov Papua agar bisa memenangkan sejumlah proyek infrastruktur.
Atas ulahnya, Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara, Lukas Enembe disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. [rna]