WahanaNews.co, Jakarta – Secara normatif, penetapan Gibran Rakabumi Raka sebagai cawapres oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) tentu disertai dengan pertimbangan elektoral, teritori, dan bahkan regenerasi politik anak muda.
Melansir dari CNBC Indonesia, analis Politik Universitas Bakrie Muhammad Tri Andika memiliki analisis tersendiri ihwal keputusan Koalisi Indonesia Maju menetapkan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden pendamping calon presiden Prabowo Subianto.
Baca Juga:
Anggota DPD RI Komeng, Sebut Prabowo Betul-betul Ingin Menyatukan Semua Pihak
"Namun, saya melihat dipilihnya Gibran lebih terkait dengan kebutuhan mendasar Prabowo dalam Pilpres 2024, yakni perasaan insecure Prabowo berdasarkan pengalamannya di Pemilu 2014 dan 2019," ujar Andika dalam analisisnya, Selasa (24/10/2023).
Dalam sejarah politik Indonesia, Andika menjelaskan kalau Prabowo telah mencatatkan diri sebagai salah satu tokoh politik yang memiliki karier yang panjang dan pernah dan akan maju sebagai cawapres dan capres sebanyak empat kali, 2009, 2014, 2019, dan 2024.
Meski memiliki tren elektabilitas yang meningkat dari pemilu ke pemilu, namun "takdir" sebagai presiden belum kunjung tiba. Tentu banyak faktor di balik kekalahan Prabowo pada Pemilu 2014 dan 2019, mulai dari strategi kampanye, perang narasi, hingga sosok cawapresnya.
Baca Juga:
Survei: Mayoritas Konsumen Indonesia Pilih Merek Berdasarkan Sikap Politik
"Namun, dari faktor yang ada, saya mengamati faktor yang paling sering diangkat di setiap pemilu adalah faktor "kecurangan" penyelenggaraan pemilu. Inilah yang saya lihat menjadi sumber political insecurity seorang Prabowo," kata Prabowo.
"Sehingga, tidak heran jika di Pemilu 2014 dan 2019, hasil pemilu presiden selalu diiringi dengan gugatan ke Mahkamah Konstitusi," lanjutnya.
Alumni Universitas Indonesia itu menilai, dua kali pemilu yang kerap diiringi dengan gugatan ke MK, sangat menandakan Prabowo memiliki catatan serius tentang penyelenggaraan pemilu, khususnya pilpres, yang diduga kental dengan praktik kecurangan.