WahanaNews.co, Jakarta - Anggota Komisi V DPR dari Fraksi PKS, Suryadi Jaya Purnama, meminta agar rencana program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang diatur dalam PP Nomor 25 Tahun 2020 dievaluasi.
"Fraksi PKS meminta adanya evaluasi terhadap pelaksanaan Tapera sejak tahun 2020 berdasarkan PP No. 25/2020," kata Suryadi dalam keterangannya, Rabu (29/5/2024).
Baca Juga:
DJP Kalbar Fokus Maksimalkan Penerimaan Pajak Sektor Perkebunan untuk Meningkatkan Pendapatan Negara
Suryadi mengatakan evaluasi ini penting untuk mengidentifikasi sejauh mana masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang sudah menjadi peserta Tapera mengambil jatahnya untuk membeli rumah selama ini.
Kemudian, ia juga mempertanyakan peserta Tapera yang bukan berasal dari masyarakat berpenghasilan rendah yang sudah pensiun apakah kerap alami prosedur rumit ketika ingin mencairkan Tapera.
"Juga perlu dievaluasi apakah Peserta non-MBR yang sudah pensiun dan ingin mencairkan Tapera tidak mengalami prosedur yang rumit dan berbelit, terutama yang berdomisilinya di daerah," kata dia.
Baca Juga:
Wakil Baleg DPR: Periode Ini Harus Ada Pemekaran Daerah
Tak hanya itu, Suryadi mengusulkan golongan kelas menengah yang sudah memiliki rumah namun masih diwajibkan untuk ikut program Tapera supaya dibantu dapat membeli properti yang produktif seperti misalnya ruko atau lainnya. Sehingga akan semakin meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelas menengah.
Baginya, kelas menengah di Indonesia kini alami dilema. Di satu sisi, penghasilan mereka melebihi kriteria MBR sehingga tidak dapat membeli hunian subsidi. Namun, di sisi lain, penghasilan mereka juga masih pas-pasan untuk membeli rumah nonsubsidi.
"Sehingga akan semakin terbebani jika harus mencicil rumah sendiri tapi juga masih harus menyisihkan uang untuk Tapera," kata dia.
Tak hanya untuk kelas menengah, Suryadi juga meminta kelompok Generasi Milenial dan Gen Z untuk lebih diperhatikan dalam program Tapera. Ia melihat impian kelompok ini untuk punya rumah akan menjadi semakin sulit terwujud karena penghasilannya tak pernah cukup untuk mencicil KPR.
"Dan tidak mungkin harus menunggu lama pensiun atau berusia 58 tahun baru dapat membeli rumah," kata dia.
Selain itu, Suryadi turut menyoroti pekerja mandiri yang pendapatannya tidak menetap ketika ikut dalam program Tapera. Baginya, iuran untuk pekerja mandiri ini perlu diatur oleh BP Tapera secara bijaksana.
"Perlu diklasifikasikan dengan baik agar tidak memberatkan para pekerja mandiri," kata dia.
Sebelumnya ramai kritik masyarakat terkait iuran wajib Tapera yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera.
Aturan baru itu merevisi bahwa peserta iuran wajib Tapera kini bukan bukan hanya PNS atau ASN dan TNI-Polri, serta BUMN, melainkan termasuk karyawan swasta dan pekerja lain yang menerima gaji atau upah.
Besaran total iuran yang wajib diberikan yakni sebesar 3 persen, masing-masing 2,5 persen bersumber atau diberikan oleh pekerja dan 0,5 persen dari pemberi kerja.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]