"Paling tidak, kami bertiga sudah bisa memastikan bahwa prinsipal atau pemohon memang mencabut permohonan ini," ujarnya.
Berdasarkan data di laman MK, perkara tersebut bakal kembali disidangkan dengan agenda pengucapan putusan/ketetapan di Gedung MKRI, Jakarta, pada 2 Oktober 2023 mendatang.
Dalam petitumnya, para pemohon meminta MK untuk menyatakan frasa "Berusia paling rendah 40 tahun" dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "Berusia paling rendah 30 tahun".
Baca Juga:
MK Putuskan Libur 1 untuk 6 Hari dalam UU CiptaKerja Bertentangan dengan UUD
Pada sidang sebelumnya, hakim konstitusi Arief Hidayat meminta para pemohon untuk memberikan alasan yang kuat mengenai alasan permohonan.
Selain itu, Arief juga menanyakan usia minimal 30 tahun yang tertuang dalam petitum para pemohon.
"Di dalam petitum yang konstitusional itu usianya 30 tahun bagi presiden dan wakil presiden. Kenapa angka 30 yang anda pilih? Padahal ada permohonan yang meminta 35 tahun, ada yang meminta 25 tahun, ada yang meminta 17 tahun. Berarti kalau berdasar itu maka saudara kira-kira bisa menganalisis kenapa anda memilih 30?. Nah itu yang harus anda jelaskan di dalam posita," kata Arief dalam persidangan, Rabu (13/9).
Baca Juga:
MK Kabulkan 70% Tuntutan Buruh, Serikat Pekerja Rayakan Kemenangan Bersejarah dalam Revisi UU Cipta Kerja
Dalam pandangan yang sejalan, Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul juga menganggap penting adanya alasan yang kuat mengapa pemohon memilih usia 30 tahun sebagai batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden.
Selain itu, Manahan juga meminta pemohon untuk memperbaiki penyusunan permohonan sesuai dengan ketentuan Peraturan Mahkamah Konstitusi.
Pada kesempatan tersebut, Hakim Konstitusi Saldi Isra menyarankan kepada para pemohon untuk melakukan peninjauan kembali terhadap petitum yang telah diajukan.