WahanaNews.co | Pengesahan Rancangan KUHP jadi undang-undang menyangkut larangan seks di luar nikah belakangan ini jadi sorotan dunia. Salah satunya berasal dari pemerintah Amerika Serikat.
"Perzinaan" akan diancam pidana penjara paling lama 1 tahun. Ada pula denda paling banyak kategori II, mencapai Rp 10 juta.
Baca Juga:
Polisi Ungkap Motif Ivan Sugianto Paksa Siswa SMA Sujud-Menggongong
Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price menilai Washington khawatir aturan tersebut dapat berdampak pada pelaksanaan hak asasi manusia (HAM) dan kebebasan mendasar di Indonesia. Kondisi tersebut juga akan memiliki dampak yang negatif bagi iklim investasi dan warga AS di Indonesia.
"Kami juga prihatin tentang bagaimana undang-undang tersebut dapat berdampak pada warga AS yang berkunjung dan tinggal di Indonesia, serta iklim investasi bagi perusahaan AS," tegasnya dalam sebuah pengarahan pers dikutip AFP, Rabu, (7/12/2022).
Australia juga memberikan himbauan kepada warganya yang akan datang ke Indonesia. Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia telah memperbarui saran perjalanannya menjadi "berhati-hati". Ini merupakan imbas disahkan RKUHP menjadi KUHP.
Baca Juga:
Sempat Kaget Waktu Ditangkap, Kejagung Jebloskan Ronald Tannur ke Rutan
"Parlemen Indonesia telah meloloskan revisi hukum pidana, yang mencakup hukuman untuk kohabitasi dan seks di luar nikah," kata pembaruan yang di-posting di situs web Smart Traveler, dikutip News.Com.Au.
"Wisatawan berhati-hatilah. Karena jika tidak, kita dapat melihat beberapa situasi yang sangat tidak menguntungkan di mana kita harus memberikan bantuan konsuler kepada orang-orang yang tanpa sadar atau tidak sengaja melakukan hal yang salah," tambah pengumuman itu.
Perlu diketahui, lebih dari 1 juta orang Australia mengunjungi Indonesia setiap tahun. Dengan Pulau Bali sebagai tujuan terbanyak.
Hal sama juga dilakukan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Badan multilateral itu merasa ada beberapa hal dalam aturan baru itu yang tak sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan.
PBB menyatakan bahwa pihaknya menemukan KUHP yang direvisi tampaknya tidak sesuai dengan kebebasan dasar dan hak asasi manusia (HAM). KUHP juga dirasa diskriminatif
"KUHP yang direvisi yang tampaknya tidak sesuai dengan kebebasan dasar dan HAM. Termasuk hak atas kesetaraan dihadapan hukum dan perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi, hak atas privasi serta hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan dan kebebasan berpendapat dan berekspresi," tulis lembaga internasional itu dikutip dari situs resminya dilihat CNBC Indonesia, Jumat.
PBB khawatir beberapa pasal dalam KUHP yang direvisi bertentangan dengan kewajiban hukum internasional Indonesia sehubungan dengan HAM. Selain itu, beberapa pasal berpotensi mengkriminalisasi karya jurnalistik dan melanggar kebebasan pers.
"Orang lain akan mendiskriminasi atau memiliki dampak diskriminatif pada perempuan, anak perempuan, anak laki-laki dan minoritas seksual dan akan berisiko mempengaruhi berbagai hak kesehatan seksual dan reproduksi, hak privasi, dan memperburuk kekerasan berbasis gender, dan kekerasan berdasarkan orientasi seksual dan identitas gender," tambah lembaga itu.
"Ketentuan lain berisiko melanggar hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan, dan dapat melegitimasi sikap sosial yang negatif terhadap penganut agama atau kepercayaan minoritas dan mengarah pada tindakan kekerasan terhadap mereka," ujarnya.
Dengan adanya KUHP ini, pakar HAM PBB telah mengirimkan surat kepada Pemerintah RI. Ini untuk memastikan hukum dalam negeri diselaraskan dengan kewajiban hukum hak asasi manusia internasional Indonesia dan komitmennya terhadap Agenda 2030 dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
"Kami mendorong pemerintah untuk terus terlibat dalam dialog konsultatif terbuka dengan masyarakat sipil dan pemangku kepentingan yang lebih luas untuk mengatasi keluhan dan memastikan bahwa proses reformasi sejalan dengan komitmen global Indonesia dan SDGs," papar PBB lagi. [rna]