WahanaNews.co | Bareskrim Polri menyelidiki dugaan penimbunan pasca kenaikan harga
kedelai nasional.
Penimbunan dan dugaan permainan harga
oleh spekulan itu diduga mengakibatkan kelangkaan kedelai.
Baca Juga:
Kunjungi Lampung, Mendag Hadiri Gerakan Tanam Kedelai di Tanggamus
Penyelidikan dilakukan oleh tim satgas
Pangan Polri di sejumlah wilayah di Indonesia.
Kabareskrim Polri, Komjen Pol Listyo Sigit, bersama Kasatgas Pangan Polri, Brigjen Helmy Santika, menyatakan telah melakukan
pemeriksaan di sejumlah gudang importir dan distributor kedelai di wilayah
Cikupa, Cengkareng, dan Bekasi.
"Satgas juga telah
menginstruksikan satgas kewilayahan di tiap Polda untuk melakukan pengecekan
harga, ketersediaan kedelai serta sentra-sentra pengolahan khususnya UMKM yang
memproduksi tempe dan tahu," kata Komjen Listyo Sigit, dalam keterangannya, Selasa (5/1/2021).
Baca Juga:
Turunkan Harga Kedelai, Mendag Ganti Selisih Harga
Diketahui, harga kedelai mengalami
kenaikan pada awal 2021. Dari yang tadinya Rp 7.000 menjadi di kisaran angka Rp 9.000 per
kilogram.
Kenaikan harga kedelai dinilai membebani
pengusaha dan para perajin tahu dan tempe, mereka sempat mogok produksi selama
tiga hari.
Pasokan tahu dan tempe menghilang di
pasaran selama 1-3 Januari 2021.
Pemerintah, melalui
Kementerian Perdagangan, mengklaim telah menurunkan tim untuk
mencari sumber masalah mogok produksi oleh produsen tahu tempe.
Pemerintah menjamin, pasokan kedelai akan segera stabil.
Kasatgas Pangan Polri, Brigjen Helmy Santika, menambahkan, Polri telah memiliki
data dan analisa ketersediaan serta kebutuhan kedelai secara nasional.
"Kami telah koordinasi dengan
Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian dan sejumlah pihak lain untuk menelusuri
dugaan adanya penimbunan dan permainan harga kedelai yang melonjak sejak
beberapa hari lalu," kata Helmy.
Ia juga menyebutkan bahwa perkembangan
global di masa pandemi COVID-19 turut memengaruhi harga kedelai di pasar dunia.
"Berdasarkan data FAO, pada
Desember 2020 ada kenaikan harga kedelai di pasar global sebesar 6% dari harga
awal USD435 menjadi USD461 per ton," kata Helmy. [dhn]