WAHANANEWS.CO, Jakarta – Semula Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Irwan Anwar mengatakan polisi menembak korban Gamma Ryzkinata Oktafandy (17) karena mencoba melerai tawuran, dan hendak diserang balik oleh senjata tajam.
Belakangan, dalam rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi III DPR Kabid Propam Polda Jateng Kombes Pol Aris Supriyono, mengatakan polisi penembak, Aipda Robig, dipepet kendaraannya lalu menunggu di titik TKP sebelum melepas tembakan ke arah motor yang dinaiki Gamma dan rekan-rekannya.
Baca Juga:
Polisi Rapat Dengan DPR, Keluarga Pertanyakan Motor Merah yang Diklaim Ditumpangi Gamma
Polda Jateng menjelaskan soal perbedaan pernyataan yang awal dan selanjutnya terkait kronologi dan penyebab Siswa SMKN 4 Semarang Gamma Ryzkinata Oktafandy (17) ditembak polisi hingga berujung kematiannya.
Terkait perbedaan pernyataan tersebut, Kabid Humas Polda Jateng Kombes Artanto menyatakan akan memproses sesuai yang disampaikan oleh Kapolrestabes Semarang maupun Kabid Propam Polda Jateng.
"Kita akan memproses sesuai dengan apa yang sudah disampaikan Kapolrestabes maupun Kabid Propam," kata Artanto kepada wartawan di Mapolda Jateng, Kota Semarang, Rabu (4/12).
Baca Juga:
Oknum Polisi di Bogor Pukul Ibu Pakai Tabung Gas 3Kg hingga Tewas
"Intinya ada dua kejadian tawuran atau kenakalan remaja, kemudian kedua adalah proses penembakan yang dilakukan oleh anggota," sambungnya.
Lebih lanjut, dalam penyelidikan dan penyidikan suatu kasus, Artanto menegaskan perbedaan itu merupakan hal yang wajar. Sebab selama proses penyidikan ada tahap informasi awal, pendalaman, dan kesimpulan.
"Namanya proses penyidikan itu kan ada informasi awal, kemudian pendalaman dan juga ada kesimpulan, namanya dinamika suatu proses penyidikan itu ada informasi awal," kata Artanto.
"Informasi awal itu kadang bisa diluruskan kembali, karena bukti fakta yang ada di lapangan ternyata demikian, oleh karena itu ada informasi awal dan ada proses penyidikan, dan proses kesimpulan," lanjutnya.
Ia mengatakan, semua informasi yang diperoleh Polda Jateng berasal dari Polrestabes Semarang. Artanto menyangkal adanya kekeliruan ataupun rekayasa dalam kasus penembakan Gamma.
"Tidak [ada pengelabuan], semua itu berdasarkan data fakta yang ada di lapangan. Kalau info awal ternyata pada saat kita melakukan penyelidikan ada temuan hal tertentu yang sifatnya untuk meralat boleh saja," ujar Artanto.
"Tidak keliru, namanya perkembangan hasil penyelidikan itu kan ada temuan baru yang harus diperbaharui," imbuhnya.
Pada kesempatan itu, Artanto meminta masyarakat untuk tidak berasumsi dalam kasus penembakan Gamma. Nantinya, semua bukti akan dibuka saat sidang etik yang seharusnya digelar pada Rabu ini, namun batal karena penyidik masih mengumpulkan bukti.
"Intinya kita di sini sedang memproses kasus tawuran dan kedua memproses kasus penembakan. Nanti di sidang akan terbuka semuanya," ungkapnya.
Sebelumnya diberitakan, juru bicara keluarga Gamma, Subambang mengungkap adanya kejanggalan dari kasus penembakan Gamma.
"Yang dibawa (Gamma) itu kan Vario hitam, bukan seperti yang ditampilkan dalam video, bukan," kata Subambang kepada awak media di Kota Semarang, Selasa (3/12).
"Konpers (konferensi pers) pertama itu kan diserang, setelah lihat video faktanya ini bolak-balik, jadi ini yang kami sayangkan. Dari awal harus tahu pasti dulu," tegas Subambang.
Subambang pun menyatakan pihak keluarga korban kecewa, karena mereka yang sebelumnya diundang untuk hadir di RDP bersama Komisi III DPR itu ternyata tak jadi dihadirkan dalam rapat.
Pihak keluarga pun keberatan dengan tudingan bahwa korban terlibat tawuran. Selain rekam jejak di sekolah sebagai anak yang dikenal baik dan anggota Paskibra, pada hari nahas tersebut korban disebut pamit ke keluarga untuk berlatih silat rutin.
Ayah kandung Gamma, Andi Prabowo (44), mengaku pada hari Gamma ditembak polisi itu, anaknya sebelumnya pamit untuk latihan silat. Dia mengatakan Gamma memang rutin ikut latihan silat tiga kali sepekan.
"Sabtu (23/11) itu izin latihan silat. Latihannya rutin Selasa, Kamis, dan Sabtu di Kampus Widya Usada Krapyak. Baru ikut silat Agustus, pulangnya biasanya jam 22.30-23.00 WIB," kata Andi kepada awak media di Kota Semarang, Selasa lalu.
Memasuki tengah malam karena tak kunjung pulang, Andi bercerita sempat berkeliling untuk mencarinya. Andi berupaya menelepon Gamma hingga berulang kali, bahkan mendatangi lokasi tempat anaknya latihan silat.
Ternyata, anaknya telah dibawa ke rumah sakit, tewas karena tembakan anggota Satresnarkoba Aipda Robig Zaenudin, di Semarang Barat, dekat wilayah Paramount, Minggu (24/11) dini hari. Andi mengaku baru mendapatkan kabar anaknya telah tiada pada Minggu siang.
Dia pun mempertanyakan alasan pihak kepolisian tak langsung mengabari keluarga soal tewasnya Gamma.
"Setelah jadinya KTP, saya minta anak saya memasukkan KTP itu ke dompet dan memasukkan ke tas. Setahu saya KTP anak saya di dalam tas. Di rumah KTP-nya tidak ada. Tidak ada fotokopi juga, kan baru jadi beberapa hari," jelasnya.
Tas Gamma itu juga kini masih ditahan sebagai barang bukti, bersama dompet, handphone, dan motor. Dia pun tak percaya jika anaknya disebut hendak tawuran.
Pernyataan Gamma ditembak karena menyerang polisi saat terlibat tawuran itu mulanya disampaikan Kapolrestabes Semarang Kombes Irwan Anwar saat memberikan keterangan awal. Menurut dia anggota tersebut justru diserang hingga mengeluarkan tembakan peringatan hingga akhirnya menembak ke korban.
"Ketika dua geng ini melakukan tawuran, muncul anggota polisi, kemudian dilakukan upaya melerai, namun ternyata anggota polisi dilakukan penyerangan hingga dilakukan tindakan tegas," ujar Irwan, Senin (25/11).
Dalam RDP di Komisi III DPR, Irwan pun membeberkan dugaan keterlibatan korban dalam aksi kenakalan remaja berupa rencana tawuran.
[Redaktur: Alpredo Gultom]