WahanaNews.co | Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mengingatkan generasi muda terhadap ancaman gelombang baru terorisme, radikalisme, ekstrimisme, dan intoleransi, yang kini sudah menyasar ruang media siber.
Menurut catatan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), sejak 2014 penyebaran terorisme gencar dilakukan melalui digital. Pada tahun 2020 saja, BNPT melaporkan telah menangani 341 konten radikal terorisme sepanjang tahun 2020. Temuan terbanyak dari platform Facebook dengan 113 konten.
Baca Juga:
MPR RI Bakal Kaji Ulang Pasal TAP MPR Terkait Soeharto dan Gus Dur
"Mr Marco Venier sebagai Koordinator Program lokakarya Growing Tolerance Through Peaceful Narratives yang diinisiasi United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) dan BNPT pada April 2022 lalu menyampaikan, secara khusus di Asia Tenggara dan Indonesia, saat ini terdapat tiga tren transisi terorisme. Yakni pelibatan kelompok perempuan dan anak-anak, menurunnya kapasitas destruksi aksi teror, serta penggunaan media internet sebagai komunikasi dan penyebaran terorisme. Khusus penggunaan media, Laporan Global Terrorism Index 2022 menekankan bahwa salah satu penyebabnya adalah pandemi Covid-19. Kondisi sosio-kultural yang serba terbatas di seluruh dunia membuat masyarakat menghabiskan waktu lebih banyak di dunia maya," ujarnya saat menerima Pimpinan Pusat Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI), di Jakarta, Selasa (21/6/22).
Dalam pertemuan itu, pengurus PP KMHDI yang hadir antara lain, Ketua Presidium I Putu Yoga Saputra, Sekretaris Jenderal I Wayan Darmawan, Bendahara Umum Putu Asrini Devy, Ketua Departemen Litbang Lira Hartami, Ketua Departemen Sosmas Deni Krisnandi, Ketua Departemen Data dan Informasi Made Astrama, dan Ketua Departemen Organisasi Bayu Pangestu.
Bamsoet juga menjelaskan, temuan riset BNPT pada tahun 2020 juga melaporkan potensi generasi Z (rentang usia 14-19 tahun) terpapar radikalisme mencapai 12,7 persen, sementara generasi milenial (berumur 20-39 tahun) mencapai 12,4 persen. Gen Z dan milenial menjadi sasaran empuk lantaran mereka sangat aktif mengakses internet dan pengguna aktif berbagai platform media sosial.
Baca Juga:
Bamsoet: Kabinet Zaken Jadi Solusi Hadapi Krisis Ekonomi Global
"Kondisi ini semakin miris, mengingat dalam survei yang dilakukan SMRC mengenai Sikap Publik terhadap Pancasila dengan melibatkan 1.220 responden berusia 17 tahun keatas, terlihat hanya 64,6 persen responden yang bisa menyebutkan dengan benar semua sila dalam Pancasila. Menunjukan bahwa dari tingkat yang paling elementer sekalipun, pengetahuan dasar masyarakat tentang Pancasila masih berada dalam skor 64,6 atau kategori sedang. Hasil survey juga mengungkap komitmen publik terhadap nilai-nilai Pancasila juga masuk dalam kategori sedang dengan skor 73,2," jelas Bamsoet.
Sementara itu, Bamsoet yang juga merupakan Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila (PP) dan Kepala BHPHPK KADIN Indonesia ini menerangkan, dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1960, Presiden Soekarno telah menegaskan bahwa Pancasila merupakan kristalisasi dari esensi peradaban bangsa kepulauan Nusantara yang sudah ada ribuan tahun.
Jangan sampai generasi muda mengabaikan keberadaan Pancasila, yang bisa berakibat pada pudarnya semangat nasionalisme dan cinta terhadap negara.
"Pancasila harus menjadi bagian integral yang tidak terpisahkan dalam kehidupan bangsa Indonesia. Pancasila harus hadir dalam setiap ruang publik, diimplementasikan secara nyata dan membumi, serta dimanifestasikan dalam berbagai dimensi realitas sosial, politik, dan ekonomi," terangnya.
"Pancasila juga tidak boleh sekedar menjadi aksesoris yang manis diucapkan, namun lupa diimplementasikan. Pancasila tidak boleh menjadi gincu yang hanya manis dan mencolok dilihat, namun tidak terasa apa-apa. Pancasila harus menjadi garam yang bisa dirasakan kehadirannya di berbagai praktik hidup keseharian," tambah Bamsoet. [rsy]