WAHANANEWS.CO, Jakarta - Pengamat hukum tata negara Universitas Muslim Indonesia Makassar, Fahri Bachmid, menilai larangan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri terhadap kadernya untuk mengikuti retreat kepala daerah di Akademi Militer (Akmil), Magelang, Jawa Tengah, merupakan tindakan yang bertentangan dengan konstitusi.
"Pada hakikatnya, ini adalah program pemerintah yang sangat penting dan strategis, 'important and strategic program'," ujar Fahri, melansir Inilah.com, Jakarta, Sabtu (22/2/2025).
Baca Juga:
Instruksi Megawati Belum Dicabut, Sejumlah Kepala Daerah PDI-P Tetap Hadiri Retreat
Fahri menjelaskan bahwa dalam konteks pemerintahan, retreat adalah kegiatan orientasi, pembekalan, dan pelatihan bagi pejabat terpilih, seperti kepala daerah dan menteri, setelah mereka resmi dilantik.
Program ini bertujuan memberikan pemahaman mendalam terkait tugas dan tanggung jawab mereka serta memperkuat sinergi dalam menjalankan pemerintahan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ia juga mengacu pada Pasal 376 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menyebutkan bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah dapat memperoleh pembekalan yang mencakup teori pemerintahan, konsep otonomi daerah, serta pembentukan karakter dan disiplin sebagai abdi negara.
Baca Juga:
PDIP Larang Retret, Rano Karno Tetap Hadir di Penutupan Acara
"Program retreat ini akan mengafirmasi peran kepala daerah sebagai 'state organizer' dengan wawasan mendalam mengenai tugas-tugas mereka sebagai 'top executive', pemahaman Asta Cita, pembangunan kedekatan emosional antar kepala daerah, pengelolaan anggaran daerah, serta aspek ketahanan nasional dan wawasan kebangsaan," jelasnya.
Lebih lanjut, Fahri menegaskan bahwa retreat ini merupakan langkah Presiden RI Prabowo Subianto dalam membina kepala daerah yang baru dilantik melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebagai penyelenggara.
Tujuannya adalah memastikan penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Menurutnya, retreat memiliki landasan hukum yang kuat dan berfungsi sebagai sarana konsolidasi serta sinkronisasi visi-misi kepala daerah dengan program pemerintah pusat.
"Ini sangat urgent guna mempercepat perumusan kebijakan negara dalam kerangka NKRI," tambah Fahri.
Sementara itu, Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya mengungkapkan bahwa seharusnya 481 kepala daerah hadir dalam retreat ini, namun hanya 450 yang hadir.
Sebanyak 47 kepala daerah tidak memberikan konfirmasi, sedangkan 6 lainnya mengajukan izin.
"Harusnya ada kepala daerah dari PDIP yang hadir, karena jumlah kepala daerah dari PDIP kemungkinan lebih dari angka 47 yang tak hadir. Jadi, bisa saja ada di dalam, kami belum cek lagi," ujar Bima.
Bagi kepala daerah yang belum mengikuti retreat kali ini, mereka tetap diwajibkan hadir pada gelombang berikutnya.
"Gelombang berikutnya wajib. Semua kepala daerah harus ikut karena materi ini sangat penting," tegasnya.
Sebelumnya, Megawati Soekarnoputri mengeluarkan instruksi kepada kader PDIP untuk tidak menghadiri retreat kepala daerah sebagai respons terhadap penahanan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Instruksi ini tertuang dalam surat bernomor 7294/IN/DPP//2025 yang diterbitkan pada Kamis (20/2/2025) dan ditandatangani langsung oleh Megawati.
Dalam surat tersebut, Megawati meminta kadernya menunda keberangkatan mereka dalam retreat yang diinisiasi Presiden Prabowo Subianto.
Keputusan ini didasarkan pada dinamika politik nasional pasca-penahanan Hasto dan merujuk pada Pasal 28 Ayat 1 Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PDIP, yang memberikan Ketua Umum kewenangan penuh dalam mengendalikan kebijakan dan instruksi partai.
"Kepala daerah dan wakil kepala daerah diminta menunda perjalanan mereka ke retreat di Magelang pada 21-28 Februari 2025. Jika sudah dalam perjalanan, diminta berhenti dan menunggu arahan lebih lanjut dari Ketua Umum," demikian isi surat tersebut.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]