WahanaNews.co | PT
Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII melancarkan somasi terhadap Pondok Pesantren
(Ponpes) Markaz Syariah, Megamendung, yang dipimpin Muhammad Rizieq Shihab. Di
tengah-tengah kontroversi yang terjadi, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional (BPN) angkat bicara.
Baca Juga:
Wamen BUMN Sebut PalmCo Akan Menjadi Perusahaan Sawit Terbesar Dunia
Surat somasi dari PT Perkebunan Nusantara (PTPN) itu
tertanggal 18 Desember 2020. Dituliskan, ada permasalahan penggunaan fisik
tanah HGU PTPN VII, Kebun Gunung Mas seluas kurang lebih 30,91 hektar, oleh
Pondok Pesantren Agrokultur Markaz Syariah sejak tahun 2013 tanpa izin dan
persetujuan dari PT Perkebunan Nusantara VIII.
Masih di surat somasi itu juga, Markaz Syariah diminta untuk
menyerahkan lahan tersebut selambat-lambatnya tujuh hari kerja sejak diterima
surat ini. Jika somasi tidak diindahkan, maka akan dilaporkan kepada Polda Jawa
Barat.
Baca Juga:
Resmi Merger 13 Perusahaan, PTPN Tetapkan Komisaris dan Direksi Baru
Berikut isi dari surat somasi tersebut:
Sehubungan dengan
adanya permasalahan penguasaan fisik tanah HGU PT Perkebunan Nusantara VIII Kebun
Gunung Mas seluas -+ 30,91 Ha yang terletak di Desa Kuta, Kecamatan
Megamendung, Kabupaten Bogor oleh Pondok Pesantren Alam Argokultural Markaz
Syariah sejak 2013 tanpa izin dan persetujuan dari PT Perkebunan Nusantara
VIII, kami tegaskan bahwa lahan yang saudara kuasai tersebut merupakan aset PT
Perkebunan Nusantara VII berdasarkan sertifikat HGU Nomor 299 tanggal 4 Juli
2008.
Tindakan saudara
tersebut merupakan tindak pidana penggelapan hak atas barang tidak bergerak,
larangan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya dan atau
pemindahan sebagaimana yang diatur dalam pasal 385 KUHP, Perpu no 51 Tahun 1960
dan atau Pasal 480 KUHP.
Berdasarkan hal
tersebut, dengan ini kami memberikan kesempatan terakhir serta memperingatkan
saudara untuk segera menyerahkan lahan tersebut kepada PT Perkebunan Nusantara
VIII selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterima surat
ini. Apabila dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterima surat
ini saudara tidak menindaklanjuti maka kami akan melaporkan ke kepolisian cq.
Kepolisian Darah Jawa Barat.
Demikian surat somasi
ini disampaikan, atas perhatian dan pengertian diucapkan terima kasih.
Pihak FPI sendiri membenarkan adanya surat somasi itu dan
sudah menerimanya. Kuasa hukum FPI Ichwan Tuankotta menerangkan pihaknya
beberapa kali mengupayakan untuk mengelola lahan yang disengketakan.
"Iya, kan sebelumnya sudah ada proses, beberapa kali dilakukan
membenahi, kemudian niat baik dari Markaz Syariah untuk lahan tersebut kita
manfaatkan, dan kita fungsikan untuk bercocok tanam. Dan sudah banyak. Yang
dimulai antaranya menanam alpukat, hal lain yang tidak dimanfaatkan," ujar
kuasa hukum FPI Ichwan Tuankotta, saat dihubungi, Rabu (23/12/2020).
Habib Rizieq, kata Ichwan, membeli lahan tersebut dari
petani sekitar. Lahan itu dibeli lantaran dinilai tidak terurus.
Akan tetapi Ichwan belum memastikan kapan Habib Rizieq
membeli lahan tersebut. Termasuk kepastian berapa luas lahan milik PTPN VIII
atau luas Markaz Syariah.
"Karena data kita perlukan untuk menjawab dari PTPN
itu. Data itu (luas lahan) belum dapat pencerahan dari pengurus, kita baru
menjajaki, nanti (diketahui) setelah koordinasi dengan pengurus
Megamendung," katanya.
Ichwan menyebut belum memastikan apakah nanti akan mengikuti
atau tidak soal pengembalian lahan. Timnya akan berkoordinasi dengan pengurus
pesantren Markaz Syariah.
Terkait tanah sengketa ini, pihak PTPN VIII meminta Markaz
Syariah untuk meninggalkan lahan di lokasi tersebut. PTPN VII menegaskan lahan
itu miliknya.
Dituliskan, ada permasalahan penggunaan fisik tanah HGU PTPN
VII, Kebun Gunung Mas seluas kurang lebih 30,91 hektare oleh Pondok Pesantren
Agrokultur Markaz Syariah sejak 2013 tanpa izin dan persetujuan dari PTPN VIII.
"Dengan ini kami sampaikan bahwa PT Perkebunan
Nusantara VIII telah pembuatan surat somasi kepada seluruh okupan di wilayah
Perkebunan Gunung Mas, Puncak, Kabupaten Bogor dan Markaz Syariah milik
pimpinan FPI," kata Sekretaris Perusahaan PTPN VIII Maning DT melalui
pesan tertulis Markaz Syariah, Kamis (24/12/2020).
Rizieq Shihab menyampaikan soal masalah lahan MS dalam sebuah
forum di Markaz Syariah. Dia menyebut sudah beberapa tahun terakhir ada pihak
yang ingin MS pindah dari Megamendung.
Hal itu diutarakan dalam akun YouTube FPI, FRONT TV, Rabu
(23/12). Habib Rizieq menjelaskan kalau dirinya sudah beberapa tahun terakhir
ada pihak yang ingin MS pindah dari Megamendung.
"Pesantren ini, beberapa tahun terakhir, mau diganggu,
Saudara. Jadi ada pengganggu mau gusur ini pesantren, mau usir ini pesantren,
mau tutup ini pesantren, dan menyebar fitnah. Katanya pesantren ini mau
nyerobot tanah negara," ucap Rizieq dalam video tersebut. Rizieq
menyampaikan pernyataan itu dalam sebuah forum sebelum dia ditahan di Polda
Metro Jaya.
Rizieq lantas berbicara tentang UU tentang Agraria. Menurut
dia, jika ada tanah yang telantar selama 20 tahun, tanah itu bisa menjadi milik
penggarap.
"Ini bukan 20 tahun lagi, tapi 30 tahun, Jadi
masyarakat berhak tidak? (dijawab berhak oleh pendengar). Bukan ambil tanah
negara," katanya.
Imam Besar FPI itu lantas bercerita soal awal mula dia
membeli lahan untuk dibuatkan pesantren. Dia tidak menyebut kapan dia membeli
lahan tersebut dari petani penggarap.
Rizieq pun mengatakan masih menyimpan bukti jual-beli, dan
pihak pemerintah sudah mengetahui pembangunan tersebut. Bahkan Rizieq menyebut
Gubernur Jawa Barat telah mengetahui pembangunan Markaz Syariah di Megamendung.
"Kami membayar kepada petani, bukan merampas, kami
datangi petaninya, 'Anda mau jual lahan nggak? Saya mau bangun pondok pesantren
di sini.' Para petani datang, 'Habib, bayari tanah kami kalau mau buat
pesantren,'" kata Rizieq.
"Jadi mereka datang, ada punya 1 hektare, 2 hektare,
ada juga 1,2 hektare, datanglah mereka membawa surat ditandatangani oleh lurah,
tanda tangan RT dan RW, jadi tanah ini ada suratnya, bukan merampas,"
ujarnya.
Rizieq menjelaskan pihaknya tidak menolak jika diminta
pindah. Namun dia meminta negara mengganti rugi agar dia bisa membangun pesantren
di tempat lain.
"Kalau pemerintah melihat lahan ini perlu diambil oleh
negara, kami nggak nolak, ambil, silakan. Kapan saja pemerintah mau ambil ini
tanah, kalau merasa tanah ini, negara, silakan ambil. Tapi tolong kembalikan
semua uang yang sudah dikeluarkan oleh umat. Untuk memberikan dan membangun
tempat ini, supaya uang tersebut bisa kita pindahkan ke tempat lain untuk
membangun yang sama. Bukan seenaknya rampas-rampas saja," katanya.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
(BPN) bersuara soal kontroversi lahan ini. Jubir Kementerian ATR/BPN M
Taufiqulhadi menegaskan tanah milik negara tidak bisa dikuasai
perorangan/masyarakat.
"Tanah milik PTPN kembali menjadi milik negara jika hak
kepemilikan PTPN sudah berakhir. Lahan-lahan tersebut tidak bisa dikuasai
masyarakat," ujar Taufiqulhadi, Kamis (24/12/2020).
"Kecuali lahan tersebut telah dilepas oleh Menteri
BUMN. Untuk dilepaskan oleh BUMN, itu harus diajukan terlebih dahulu,"
lanjutnya.
Atas permohonan itu, kementerian terkait, yaitu Kementerian
BUMN, akan mempertimbangkannya. Apakah mengabulkan permohonan atau tidak.
"Berdasarkan permohonan tersebut, Menteri BUMN akan
mempertimbangkan. Demikianlah status lahan milik PTPN (BUMN)," tutur
Taufiq. [qnt]