“Strategi politik identitas baik agama, suku, ras atau antar golongan membuat muncul banyak pola intoleransi dan konflik horizontal semakin mengemuka. Minimnya jumlah capres-cawapres yang hanya dua pasang juga membuat masyarakat terbelah dua. Polarisasi bisa diminimalisir apabila ada lebih dari dua pasangan capres-cawapres pada pemilu 2024,” lanjut Shita.
Ketua Dewan Pengurus Yayasan Tifa Endy Bayuni mengatakan, demorasi di Indonesia akan selalu menjadi sebuah work in progress. Menurut dia, Indonesia sekarang sudah jauh beranjak dari sebuah masyarakat yang tertekan, yang tidak demokratis dan tidak ada keterbukaan.
Baca Juga:
Untuk Redam Polarisasi, Bawaslu akan Siapkan Satgas Medsos Pemilu
”Proses reformasi yang kita jalankan menunjukkan bahwa semakin demokratis sebuah bangsa, semakin besar tantangan yang dihadapi, bukannya mengecil. Melihat perkembangan politik dan sosial Indonesia saat ini, sangat mudah kita untuk merasakan frustrasi dan kesal, apalagi ditengah banyaknya komentar mengenai terjadinya democratic stagnation, regression dan backsliding. Namun sentimen ini janganlah menjadikan kita mundur atau menyerah terhadap keadaan ini. Sebaliknya, ini menjadi cambukan bagi kita semua yang bergerak di dunia Civil Society untuk semakin memperkuat usaha dan perjuangan membangun masyarakat yang terbuka dan demokratis berkhidmat pada pluralisme, kesetaraan dan keadilan,” kata Endy. [sdy]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.