WahanaNews.co | Aktivis dan Direktur Lokataru, Haris Azhar, kembali terlibat perseteruan dengan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan.
Kuasa humum Luhut, Juniver Girsang, menuding Haris sempat meminta saham PT Freeport Indonesia pada kliennya.
Baca Juga:
Haris dan Fatia Divonis Bebas, Luhut : Kami Hormati Putusan Hakim
Tudingan disampaikan dalam program acara Mata Najwa yang diunggah di akun YouTube Najwa Shihab, 30 September 2021.
Sebelumnya, kedua pihak terlibat perkara dugaan pencemaran nama baik.
Haris dan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras), Fatia Maulidiyanti, dilaporkan oleh Luhut dan kuasa hukumnya, Juniver Girsang, ke Polda Metro Jaya, 10 September 2021.
Baca Juga:
Hari Ini, Sidang Vonis Haris Azhar dan Fatia Kasus Pencemaran Nama Baik Luhut
Bersama Fatia, Haris diduga melakukan pencemaran baik, setelah menduga ada keterlibatan Luhut dengan salah satu perusahaan tambang di Blok Wabu, Intan Jaya, Papua.
Bantah Tudingan
Dihubungi wartawan, Rabu (13/10/2021), Haris membantah tudingan yang disampaikan Juniver.
Ia menegaskan, permintaan saham dilakukannya untuk masyarakat adat di Mimika, Papua.
Sebab, mestinya pemerintah memberikan divestasi saham PT Freeport Indonesia pada masyarakat yang tinggal di sekitarnya.
“Saya minta saham? Memangnya saya siapa? Pertama saya jelaskan, saya datang atas nama kuasa hukum masyarakat adat 3-4 kampung di sekitar Freeport Indonesia di Mimika,” tegas Haris.
“Yang secara kontraktual dan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi, dinyatakan memiliki hak bagi hasil atau saham,” tuturnya.
Haris menceritakan tidak menemui Luhut, dalam kunjungannya ke kantor Menko Marves, ia hanya bertemu dengan staf dan pihak kedeputian.
Permintaan Pembuatan Perda
Haris menuturkan bahwa dalam pertemuan itu ia meminta Menko Marves untuk mendorong pembuatan Peraturan Daerah (Perda) sebagai payung hukum dan jaminan divestasi PT Freeport Indonesia untuk warga di Mimika.
Sebab, menurutnya, tidak lazim pemerintah berkoar-koar divestasi saham ke masyarakat tapi tidak ada perda sebagai aturan yang mengikat.
“Menurut saya aneh, pemerintah pusat gembar gembor divestasi saham, berhasil memberikan jatah saham ke masyarakat adat, tapi regulasi tata kelola tersebut dibiarkan tidak ada Peraturan Daerah (Perda)-nya,” paparnya.
Siap Hadapi Jalur Hukum
Terpisah, Juniver menyampaikan bahwa pihaknya siap jika dilaporkan oleh Haris.
Dalam pandangan Juniver, Haris sah-sah saja berargumen bahwa permintaan sahamnya untuk mewakili masyarakat adat di Mimika, Papua.
Namun, Juniver menyatakan punya bukti terkait tudingan itu.
“Kalau dia bantah sekarang, kita punya bukti, Luhut sudah ngomong, jadi ini tidak fitnah, kalau disebut fitnah laporin kita dong, nanti kita buka,” imbuh dia.
Di sisi lain, Haris mengaku punya bukti lengkap atas pertemuannya ke Menko Marves.
“Semua argumentasi saya ada buktinya, surat audiensi, surat kuasa dan legal opinion,” pungkas Haris.
Perseteruan Luhut dan Haris dimulai ketika Luhut dan tim pengacaranya melaporkan Haris dan koordinator Kontras, Fatia, karena percakapan keduanya di kanal YouTube.
Dalam kanal YouTube milik Haris, keduanya menyebutkan Luhut "bermain" dalam bisnis tambang di Intan Jaya, Papua.
Sebelum melapor ke polisi, Luhut sudah dua kali melayangkan somasi kepada Haris dan Fatia.
Dalam somasi tersebut, Luhut menuntut permintaan maaf yang ditayangkan di akun YouTube Haris.
Kuasa hukum Fatia, Julius Ibrani, mengatakan, dua somasi yang dilayangkan Luhut telah dijawab kliennya.
Menurut Julius, kata "bermain" merupakan cara Fatia untuk menjelaskan secara sederhana kajian yang dibuat Kontras dan sejumlah LSM soal kepemilikan tambang di Intan Jaya.
"Kata ‘bermain' itu ada konteksnya, yaitu kajian sekelompok NGO (non-governmental organization). Kajian itu yang kemudian dijelaskan Fatia dalam bahasa yang sederhana,” ujar Julius. [dhn]