WahanaNews.co | Aliran dana Bupati Kapuas nonaktif Ben Brahim S Bahat (BBSB) ke lembaga survei disebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencapai lebih dari Rp300 juta.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan pihaknya memperoleh informasi bahwa aliran dana yang mengalir sekitar ratusan juta. Ali menyebut hal itu bakal dikonfirmasi kembali ke sejumlah pihak.
Baca Juga:
Soal OTT Capim KPK Johanis Tanak dan Benny Mamoto Beda Pandangan
"Lebih dari Rp300 jutaan ya. Tapi nanti kami akan konfirmasi kembali, poinnya itu," ujar Ali saat ditemui di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta Selatan, Selasa (4/7/2023) mengutip dari CNNIndonesia.
Ali menjelaskan pada prinsipnya, KPK memperoleh banyak informasi dan data selama proses penyidikan. Mulai dari keterangan saksi, keterangan tersangka, penggeledahan, dan lainnya.
Data itu, jelas Ali, kemudian dikonfirmasi oleh lembaga antirasuah untuk diambil kesimpulan apakah bertalian dengan kasus yang tengah berjalan.
Baca Juga:
Korupsi APD Kemenkes, KPK Ungkap Satu Tersangka Beli Pabrik Air Minum Kemasan Rp60 Miliar
"Nah, salah satunya juga ke lembaga survei tadi itu, maka kami panggil sebagai saksi untuk dikonfirmasi apakah benar ada aliran uang yang ratusan juta itu yang diberikan oleh beberapa pihak atas perintah dri tersangka Bupati," jelas Ali.
"Artinya memang untuk kepentingan pribadi kan. Jadi bukan berkaitan tugas kedinasan dari Bupati itu sendiri," sambung dia.
Juru bicara berlatar belakang jaksa itu kembali menegaskan bahwa proses yang dijalankan KPK telah sesuai dengan aturan hukum acara pidana yang berlaku. Dalam kesempatan itu, Ali juga ditanya apakah uang tersebut akan disita atau dikembalikan.
"Ya, nanti lihat dulu kebutuhan dari proses penyidikan seperti apa dalam rangka untuk pembuktian. Itu dulu yang terpenting," kata Ali.
Lembaga antirasuah sebelumnya memeriksa dua petinggi lembaga survei politik dalam kasus dugaan korupsi.
Kasus itu melibatkan Bupati Kapuas, Kalimantan Tengah, Ben Brahim S Bahat dan istrinya, Ary Egahni yang juga anggota DPR Fraksi NasDem.
Kedua petinggi lembaga survei politik yang diperiksa antara lain Direktur Keuangan PT Indikator Politik Indonesia Fauny Hidayat serta Direktur Keuangan PT Poltracking Indonesia Erma Yusriani.
"Saksi hadir (Senin 26/6). Diperiksa di antaranya pendalaman soal aliran uang diantaranya yang juga dipergunakan untuk pembiayaan polling survei pencalonan kepala daerah terhadap tersangka dan istrinya," kata Ali dalam keterangannya, Selasa (27/6).
Saksi diperiksa dalam kasus dugaan suap pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara negara disertai penerimaan suap di lingkungan Pemkab Kapuas, Kalimantan Tengah untuk tersangka Ben.
KPK menyebut Ben dan Ary diduga menggunakan uang hasil korupsi untuk membayar dua lembaga survei nasional. Selain itu, KPK juga memeriksa Manajer Keuangan Poltracking Indonesia, Anggraini Setio Ayuningtyas pada Senin (3/7).
Materi pemeriksaannya adalah didalami pengetahuannya di antaranya terkait dugaan pembayaran survei elektabilitas untuk menaikkan pamor Tersangka BBSB dalam rangka maju Pilgub Kalimantan Tengah.
Ben dan Ary dinilai menerima uang sebesar Rp8,7 miliar dari pemotongan anggaran yang seolah-olah dianggap utang dan suap.
"Mengenai besaran jumlah uang yang diterima BBSB [Ben Brahim] dan AE [Ary Egahni] sejauh ini sejumlah sekitar Rp8,7 miliar yang antara lain juga digunakan untuk membayar dua lembaga survei nasional," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam jumpa pers di Kantornya, Jakarta, Selasa (28/3).
Ben sebagai Bupati Kapuas juga diduga menerima fasilitas dan uang dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ada di Pemerintah Kabupaten Kapuas termasuk dari pihak swasta. Sementara itu, KPK menduga Ary aktif untuk ikut campur dalam proses pemerintahan.
Salah satunya dengan memerintahkan beberapa Kepala SKPD untuk memenuhi kebutuhan pribadinya dalam bentuk pemberian sejumlah uang dan barang mewah. Selain itu, Ben diduga juga menerima suap dari pihak swasta terkait izin lokasi perkebunan.
"Fasilitas dan uang digunakan untuk operasional pemilihan calon Bupati Kapuas dan Gubernur Kalteng termasuk pemilihan anggota legislatif yang diikuti istrinya tahun 2019," tutur Johanis.
Atas perbuatannya, Ben dan Ary disangkakan melanggar Pasal 12 huruf f dan Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
[Redaktur: Alpredo]