WahanaNews.co | Soimah, wali murid Albar Mahdi (15), seorang santri Pondok Modern Darussalam Gontor 1 Pusat, Ponorogo, Jawa Timur, harus menerima kenyataan pahit tatkala anaknya meninggal dengan kondisi mengenaskan yang diduga karena tindakan kekerasan.
Mendengar akan kedatangan pengacara kondang Hotman Paris Hutapea ke Palembang, Minggu (4/9/2022) kemarin, Soimah pun mengadukan pilunya kehilangan anak pertamanya dari tiga bersaudara tersebut.
Baca Juga:
Hotman Paris Angkat Bicara atas Bungkamnya Polda Jabar Terkait CCTV Pembunuhan Vina
Di hadapan Hotman Paris, tangisan Soimah pun sudah tidak terbendung lagi.
Dengan air mata dan sesenggukan, dirinya sekuat mental menceritakan nasib anaknya yang tutup usia di Ponpes nomor 1 di Indonesia tersebut.
Bahkan, aduan Soimah itu pun telah diunggah Hotman Paris di halaman media sosial miliknya.
Baca Juga:
Hotman Paris: 5 Terpidana Pastikan Pegi Tak Terlibat Kasus Vina Cirebon
Soimah mengatakan bahwa putra sulungnya tersebut merupakan siswa kelas 5i.
Dirinya menerima kabar duka anaknya secara tiba-tiba dari pengasuh Gontor 1 yang menyebutkan bahwa anaknya sudah tak bernyawa, Senin (22/8/2022), pukul 10.20 WIB.
Namun, yang membuat keluarganya bertanya-tanya, yakni tentang surat keterangan kematian yang menyatakan bahwa Albar meninggal pukul 06.45 WIB.
"Ada apa? Rentang waktu itu menjadi pertanyaan keluarga kami," ujar Soimah, Senin (5/9/2022).
Mendapati kabar dari pengasuh ponpes, lanjut Soimah, dirinya dan keluarga seakan tidak percaya dan syok.
Saat itu, keluarga hanya berharap kedatangan jenazah Albar sampai di Palembang meskipun sudah terbujur kaku.
Jenazah Albar yang telah di dalam keranda dan sudah dibalut kain kafan diantar melalui jalur darat dan tiba di Palembang, Selasa (23/8/2022) siang.
Jenazah diantar oleh pihak Gontor 1 yang diwakili Ustaz Agus.
Namun Soimah mengaku tak mengenal perwakilan dari pihak Gontor tersebut.
"Saya tidak tahu siapa Ustaz Agus, tahunya hanya sebagai perwakilan. Kepada pelayat yang memenuhi rumah, saya disampaikan kronologi bahwa anak saya terjatuh akibat kelelahan setelah mengikuti Perkemahan Kamis-Jumat (Perkajum)," jelasnya.
Saat itu, Soimah merasa percaya dan menerima bila anaknya meninggal karena jatuh.
Apalagi diketahui anaknya memang menjadi Ketua Perkajum.
Namun, perasaan legowo itu sirna saat dirinya dan keluarga mengetahui kondisi jasad anaknya dengan membuka kain kafan.
"Banyak laporan-laporan dari wali santri lainnya bahwa kronologi tidak demikian, kami pihak keluarga meminta agar mayat dibuka dan ternyata benar, tak seperti layaknya meninggal karena terjatuh," ungkapnya.
Setelah kafan dibuka, lanjut Soimah, darah dari jasad anaknya tersebut terus mengalir.
Bahkan kain kafan sudah diganti dua kali namun tetap saja darah tak berhenti.
Sebagai ibu, kata Soimah, dirinya tak menyangka melihat kondisi mayat anaknya tidak dalam keadaan baik.
Bahkan keluarga lain yang juga melihat tak mampu membendung amarah.
"Kenapa laporan yang disampaikan berbeda dengan kenyataan yang diterima. Karena tidak sesuai, kami akhirnya menghubungi pihak forensik dan rumah sakit sudah siap melakukan autopsi," jelasnya.
Setelah sempat ingin autopsi terhadap jenazah anaknya, Soimah dan keluarga mendesak perwakilan pihak Gontor 1 mengungkap kejadian sebenarnya.
Ustaz Agus pun akhirnya mengakui jika Albar meninggal karena kekerasan.
"Saya tidak bisa membendung rasa penyesalan telah menitipkan anak saya di sebuah pondok pesantren yang notabene nomor satu di Indonesia," kata Soimah.
Setelah mendengar pengakuan ada tindakan kekerasan di dalam pondok, Soimah memutuskan untuk mengurungkan niat melakukan autopsi.
Alasannya, agar sang anak segera dikubur.
Apalagi jenazah sudah lebih dari satu hari perjalanan dan Soimah tidak rela tubuh anaknya “diobrak-abrik” dokter forensik.
"Keputusan saya untuk tidak melanjutkan ke ranah hukum didasari banyak pertimbangan. Karena itu kami membuat surat terbuka yang intinya ingin bertemu dengan Kyai di Gontor 1," ucapnya.
Usai sang anak dikubur secara Islam, Soimah ingin menyelesaikan permasalahan tersebut dan menulis surat terbuka kepada pihak Gontor agar keluarga pelaku kekerasan terhadap Albar bisa duduk bersama menyelesaikan permasalahan yang ada.
Namun, nyatanya, Soimah mengungkapkan, jika surat tersebut tak digubris oleh pihak pondok pesantren.
"Sampai saya membuat tulisan pada Rabu, 31 Agustus 2022, belum juga ada kabar atau balasan. Padahal kami selaku keluarga korban," jelasnya.
Tak ingin kejadian serupa menimpa anak lain dan ingin memperjuangkan keadilan untuk sang anak, Soimah memberanikan diri berbicara kepada publik.
Meski ia mengaku mendapatkan beberapa komentar negatif, dirinya menegaskan hanya ingin mengungkap fakta sebenarnya.
"Saya tidak ingin perjuangan anak saya Albar Mahdi siswa Kelas 5i Gontor 1 Ponorogo sia-sia. Jangan lagi ada korban-korban kekerasan, bukan hanya di Gontor tetapi di pondok lainnya hingga membuat nyawa melayang," ujarnya.
Soimah menyampaikan, apa yang terjadi pada almarhum Albar tidak sebanding dengan harapan para orangtua atau wali santri yang menitipkan anaknya.
"Semoga tulisan ini membuka mata masyarakat bahwa memperjuangkan kebenaran butuh keberanian. Dari saya, Soimah wali santri Albar Mahdi bin Rusdi yang masih berharap ini hanya mimpi dan merasa anak saya belum pulang menimba ilmu," jelasnya. [gun]