WAHANANEWS.CO, Jakarta - Sejumlah jalan di Sumatera Utara tampak rusak dan terbengkalai. Di balik kondisi itu, tersimpan praktik kotor yang nyaris mulus andai tidak diendus penyidik antirasuah.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya bertindak cepat melalui operasi tangkap tangan (OTT), membongkar upaya suap besar-besaran yang melibatkan pejabat dan kontraktor di lingkungan Dinas PUPR Sumut.
Baca Juga:
Viral Jembatan Tikungan 90 Derajat di India, 8 Insinyur Langsung Dicopot
KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka pasca OTT pada Kamis (26/6/2025). Dari pihak penyelenggara negara, mereka adalah Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut Topan Obaja Putra Ginting, Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Rasuli Efendi Siregar, dan PPK Satker PJN Wilayah I Sumut, Heliyanto.
Sementara dua tersangka lain dari pihak swasta adalah Direktur Utama PT Dalihan Natolu Group (DNG), Akhirun Efendi Siregar, serta anaknya, M Rayhan Dulasmi Pilang, Direktur PT RN.
Keduanya disebut sebagai aktor utama yang menyusun strategi agar memenangkan proyek jalan bernilai ratusan miliar.
Baca Juga:
Efisiensi Waktu, KAI Commuter Manggarai-Bandara Soetta Kini Hanya 46 Menit
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menyampaikan bahwa OTT tersebut terkait dugaan suap dan/atau gratifikasi dalam proyek-proyek pembangunan jalan senilai Rp231,8 miliar di Dinas PUPR Sumut dan Satker PJN Wilayah I.
“Dari perhitungan komitmen fee sebesar 10 hingga 20 persen, uang suap yang dipersiapkan diperkirakan mencapai Rp46 miliar,” ungkap Asep pada Sabtu, 28 Juni 2025.
Meski uang tersebut belum sempat diberikan seluruhnya, komitmen jahat itu telah disusun dengan sangat terstruktur.
Asep menyebut, jika proyek tetap diberikan ke pihak swasta itu, kualitas pekerjaan sangat mungkin buruk karena anggaran akan dipangkas untuk menyuap pejabat.
Dari hasil penggeledahan, penyidik menyita uang tunai Rp231 juta yang diduga merupakan bagian dari praktik suap tersebut.
KPK menyatakan masih akan menyelidiki lebih dalam kemungkinan keterlibatan pihak lain.
“Kami bekerja sama dengan PPATK. Follow the money adalah strategi yang digunakan. Ke mana pun uang itu mengalir, akan kami ikuti,” tegas Asep.
Pengungkapan kasus ini bermula dari laporan masyarakat mengenai buruknya infrastruktur di Sumut.
Setelah diselidiki, KPK menemukan bahwa Akhirun dan Rayhan menarik dana sekitar Rp2 miliar yang hendak dibagikan kepada para pejabat, termasuk Topan, Rasuli, dan Heliyanto.
KPK kemudian menelusuri proyek-proyek yang menjadi sasaran praktik culas tersebut. Ada dua proyek besar yang tengah dibidik.
Pertama, dua proyek di Dinas PUPR Sumut: pembangunan Jalan Sipiongot–Batas Labusel senilai Rp96 miliar dan Jalan Hutaimbaru–Sipiongot senilai Rp61,8 miliar.
Kedua, sejumlah proyek di Satker PJN Wilayah I Sumut: preservasi Jalan Simpang Kota Pinang–Gunung Tua–Simpang Pal XI tahun 2023 senilai Rp56,5 miliar, proyek serupa tahun 2024 senilai Rp17,5 miliar, serta rehabilitasi longsor di jalur yang sama tahun 2025.
Asep menyebut titik awal kongkalikong proyek jalan ini terpantau sejak 22 April 2025, ketika Akhirun, Topan, dan Rasuli melakukan survei bersama ke Desa Sipiongot.
Di sinilah perintah untuk menunjuk Akhirun sebagai rekanan disampaikan oleh Topan.
Beberapa minggu kemudian, Rasuli mengabarkan bahwa proyek tersebut akan tayang pada Juni 2025 dan meminta Akhirun memasukkan penawaran.
Untuk memuluskan prosesnya, Akhirun menyuruh stafnya berkoordinasi dengan Rasuli dan staf UPTD guna mengatur pemenangan tender lewat e-catalog.
"Selanjutnya KIR (Akhirun) bersama-sama RES (Rasuli) dan staf UPTD mengatur proses e-catalog sehingga PT DGN bisa menang proyek pembangunan jalan Sipiongot-Batas Labusel," ujar Asep.
Lebih lanjut, KPK menyebut Akhirun dan Rayhan mengirimkan uang ke rekening Rasuli. Tak hanya itu, Topan juga diduga akan menerima imbalan sebesar Rp8 miliar, atau sekitar 4–5 persen dari nilai proyek.
"Tapi nanti bertahap, setelah proyeknya selesai, karena pembayarannya pun termin," jelas Asep.
Modus serupa juga terjadi dalam proyek yang digarap Satker PJN Wilayah I Sumut. Heliyanto ditengarai menerima uang sekitar Rp120 juta dalam rentang Maret hingga Juni 2025 dari Akhirun dan Rayhan agar perusahaan mereka bisa menang tender.
"OTT ini baru pintu masuk. Kami akan terus mendalami proyek dan pengadaan barang serta jasa lainnya," tutup Asep.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]