Sebab, hasil hitung cepat umumnya tidak berbeda dengan hasil perhitungan resmi yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Kalaupun enggak mau memberikan ucapan selamat, tunggu sesudah keputusan KPU (beri) ucapan selamat, tapi jangan manas-manasin, tunggu dulu sabar, jangan manas-manasin," kata anggota DPD itu.
Baca Juga:
Babak Baru UU Cipta Kerja: MK Menangkan Gugatan, Revisi Menyeluruh Segera Dilakukan
Wacana menggulirkan hak angket untuk mengusut dugaan kecurangan pemilu pertama kali diangkat oleh kubu pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Ganjar mendorong kedua partai politik pendukungnya, yaitu PDI-P dan Partai Persatuan Pembangunan, untuk menggunakan hak angket sebagai respons terhadap dugaan kecurangan yang menurutnya telah terjadi dan tidak boleh diabaikan oleh DPR.
"Dalam situasi ini, DPR memiliki kemampuan untuk memanggil pejabat negara yang mengetahui praktik kecurangan tersebut, termasuk meminta klarifikasi dari KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan Pemilu," ungkap Ganjar dalam pernyataannya pada Senin (19/2/2024).
Baca Juga:
MK Kabulkan 70% Tuntutan Buruh, Serikat Pekerja Rayakan Kemenangan Bersejarah dalam Revisi UU Cipta Kerja
Menanggapi hal tersebut, calon presiden nomor urut 1, Anies Baswedan, menyatakan bahwa partai politik yang mendukungnya juga bersedia menggunakan hak angket.
Tiga partai yang mendukung pasangan Anies-Muhaimin, yaitu Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Keadilan Sejahtera, mengungkapkan kesiapannya untuk melibatkan hak angket sebagai langkah responsif terhadap situasi tersebut.
"Kami telah bertemu dan membahas langkah-langkah ini, dan kami bersatu untuk menyatakan bahwa ketika inisiatif hak angket diambil, ketiga partai ini bersiap untuk ikut serta," ujar Anies saat ditemui di Kantor THN Anies-Muhaimin Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, pada Selasa (20/2/2024).