WahanaNews.co | Permadi Arya alias Abu Janda rampung diperiksa oleh penyidik
Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri sebagai saksi terlapor atas
dugaan kasus rasis dan menghina Islam.
Ia mengaku diperiksa selama 12 jam dan
diberikan 50 pertanyaan kepada penyidik.
Baca Juga:
Soal Islamofobia, Mahfud MD: Yang Bilang Itu Abu Janda Bukan Pemerintah
"Jadi tadi saya datang lebih pagi. Saya diperiksa sudah 12 jam. Pertanyaan saya udah nggak kehitung
lagi, mungkin 50 pertanyaan, pasti lebih," kata Abu Janda
kepada wartawan di Bareskrim, Senin (1/2/2021).
Meski telah diperiksa, Abu Janda tidak
langsung ditahan oleh penyidik. Pasalnya, dia diagendakan bakal
diperiksa kembali pada Kamis (4/1/2021).
Sementara, dalam pemeriksaan ini dia
mengaku hanya diminta klarifikasi terkait maksud kicauannya yang menyebut Islam agama pendatang dan arogan.
Baca Juga:
Abu Janda Sebar Hoax Anies soal ACT, Bamus Betawi: Provokasi!
"Intinya, saya
menjelaskan, saya sebagai saksi dipanggil untuk klarifikasi, menjelaskan apa yang saya maksud dengan itu (Islam Arogan). Jadi, saya sudah jelaskan ke penyidik bahwa
twit saya yang bikin ramai itu adalah twit
jawaban saya kepada Ustadz Teungku Zul," katanya.
"Jadi, ketika
saya mengatakan arogan, itu karena saya merespons twit
provokatif Teungku Zul, yang mengatakan bahwa minoritas di
negeri ini arogan ke mayoritas. Di situlah keluar kata arogan itu,"
imbuhnya.
Hukum Jangan Diskriminatif
Sebelumnya, pengamat hukum, Aprilia
Supaliyanto, meminta penyidik Polri tidak mengistimewakan Permadi Arya alias
Abu Janda dalam kasus dugaan rasisme terhadap mantan komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai.
Kasus ujaran rasisme Abu Janda yang
dimainkan di media sosial Twitter
miliknya harus diusut tuntas.
"Kasus rasis (Abu Janda) ini tidak bisa dibiarkan, karena
ada suatu kegaduhan hukum. Negara hukum jadi gaduh kerena ada inkonsistensi di
dalam penegakan hukum oleh aparat hukum itu sendiri. Ada sikap-sikap
diskriminatif," ujar Aprilia kepada wartawan, Senin (1/2/2021).
Menurutnya, penegakan hukum tak boleh
diskriminatif, karena Indonesia merupakan negara
hukum atau rechtsstaat.
Prinsip dasar yang harus digunakan
oleh aparat penegak hukum adalah kebermanfaatan kepada semua orang.
"Oleh karena itu, kepada semua pihak, baik personal yang melawan hukum, sebagai
perbuatan kejahatan maka yang bersangkutan harus dimintai pertanggungjawaban
secara proporsional dan secara berkeadilan," katanya.
Aprilia menyayangkan Abu Janda bermain
isu rasis dalam negara ini, karena bukan kali ini dia bermain isu
rasis.
Abu Janda juga sudah beberapa kali
dilaporkan ke Polri. Padahal, kasus rasisme yang dimainkan Abu Janda ini dapat
dikualifikasikan sebagai tindak pidana.
"Tapi belum ada satupun yang
diproses secara hukum. Ada apa ini," tandasnya.
Menurutnya, tidak boleh Abu Janda
diistimewakan. Hukum harus dijadikan panglima, karena
Indonesia sebagai sebuah negara hukum, siapapun
yang melanggar hukum harus diproses sesuai aturan yang berlaku.
"Apa kelebihannya seorang Abu
Janda. Apa kelebihannya orang-orang yang berlaku rasis atau berlaku jahat dalam
bentuk yang lain, sehingga institusi kepolisian tidak juga memproses
sebagaimana seharusnya proses hukum. Ini cara terburuk menurut saya dalam
proses penegakan hukum dan pembangunan hukum di negara ini," katanya.
Sebelumnya, Abu Janda dilaporkan ke
Bareskrim Polri ke atas kasus dugaan rasisme berbau SARA terhadap Natalius
Pigai.
Pelapornya adalah Dewan Pimpinan Pusat
Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI).
Laporan terdaftar dengan nomor:
STTL/30/I/2021/Bareskrim bertanggal 28 Januari 2021. [dhn]