WahanaNews.co | Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menanggapi ancaman pelaporan oleh gabungan LSM yang mengatasnamakan diri Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), dengan santai.
Ancaman pelaporan itu terkait dugaan keterlibatan KPU RI dalam intimidasi dan rekayasa data hasil verifikasi faktual keanggotaan partai politik calon peserta Pemilu 2024.
Baca Juga:
Parpol dan Ormas Harus Jaga Moral dan Demokrasi Selama Pilkada 2024
"Yang namanya orang mau melaporkan ke Bawaslu, DKPP, itu hak," ujar Koordinator Divisi Hukum dan Pengawasan KPU RI, Mochamad Afifuddin, kepada wartawan pada Senin (19/12/2022).
"Kita harus siap menghadapi semuanya. Gitu saja," lanjutnya.
Sebelumnya, koalisi ini telah membuka pos pengaduan independen selama sepekan terakhir.
Baca Juga:
Dari 49 Tokoh, Empat Ketum Parpol Penuhi Panggilan Calon Menteri Prabowo
Dari hasil pantauan, mereka mengeklaim menemukan sedikitnya 12 kantor KPU tingkat kota/kabupaten dan 7 provinsi "mengikuti instruksi dari KPU RI dan berbuat curang saat proses verifikasi faktual partai politik peserta pemilu berlangsung".
Pada Selasa (13/12/2022), koalisi dan anggota KPU daerah yang mengaku tahu soal praktik ini, melalui firma hukum AMAR dan Themis, sudah melayangkan somasi kepada KPU RI.
Ketika itu, mereka memberikan tenggat waktu kepada KPU 7 hari untuk meresponsnya.
"Namun, hingga saat ini, berdasarkan informasi yang diterima oleh Koalisi, KPU belum membalas dan menindaklanjutinya," ujar perwakilan koalisi dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, kepada wartawan pada Minggu (18/12/2022).
"Atas dasar hal tersebut, maka langkah lanjutan dari proses itu adalah melaporkan anggota KPU RI ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) Republik Indonesia dalam waktu dekat," tambahnya.
Sementara itu, DKPP mengaku enggan menanggapi tuduhan kecurangan verifikasi faktual yang disebut dilakukan oleh KPU RI itu.
"Mohon maaf, kami tidak menanggapi hal tersebut. Kami akan bekerja sesuai kewenangan," kata komisioner DKPP, Muhammad Tio Aliansyah, pada Senin (19/12/2022).
Tio menjelaskan bahwa kinerja kelembagaan DKPP bersifat pasif. Oleh karena itu, DKPP akan menunggu aduan/laporan resmi.
"Dalam arti, kami menerima pengaduan dan melakukan pemerikasaan ketika pengaduan masuk," ujar eks anggota KPU Lampung itu.
Sementara itu, komisioner lain DKPP, Ratna Dewi Pettalolo menyebutkan bahwa tidak terdapat ketentuan batas waktu bagi masyarakat yang ingin mengadukan penyelenggara pemilu ke DKPP.
Sampai saat ini, ia mengaku, DKPP belum menerima aduan resmi terkait wacana yang diembuskan Koalisi.
"Sampai hari ini DKPP belum menerima pengaduan atau laporan terkait verifikasi parpol," kata Dewi.
Ia memastikan bahwa aduan/laporan apa pun yang masuk ke DKPP bakal diproses sesuai ketentuan yang telah termaktub dalam Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2019.
Dalam beleid itu, setiap aduan yang masuk ke DKPP akan dilakukan proses verifikasi. Jika dianggap lolos verifikasi, maka aduan tentang pelanggaran etik penyelenggara pemilu itu bakal disidangkan oleh majelis yang beranggotakan Ketua dan Anggota DKPP.
Penyelenggara pemilu yang terbukti melanggar etik berdasarkan sidang putusan majelis dapat disanksi berupa teguran tertulis, pemberhentian sementara, hingga pemberhentian permanen. [eta]