WahanaNews.co | Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani mempertanyakan pengerahan ratusan anggota Polri dan TNI di Desa Wadas, Purworejo, sampai terjadi peristiwa penangkapan sejumlah warga. Arsul mengkritik langkah kepolisian ini seolah sedang menghadapi teroris.
"Memangnya ada ancaman terorisme atau kerusuhan sosial di Desa Wadas itu, sehingga sampai perlu dikerahkan ratusan aparatur?" ujar anggota DPR Komisi hukum ini dalam keterangannya, Rabu (9/2).
Baca Juga:
Kasus Vina-Eki Cirebon: Kesimpulan Komnas HAM Simpulkan 3 Pelanggaran Polisi
Pengerahan aparat dalam jumlah besar itu menggambarkan paradigma aparat kemanan dan pemerintahan tentang pembangunan masih seperti orde baru. Menurut Arsul, wajah aparat keamanan tidak berubah.
"Ini kok kayak mengulang cara-cara aparatur keamanan dalam menangani pembangunan Waduk Kedungombo zaman Orde Baru dulu," kata Wakil Ketua Umum PPP ini.
Seharusnya aparat mengawal pembangunan bukan mengerahkan personil. Seharusnya dikedepankan pendekatan informal dengan masyarakat. Arsul meminta aparat mengedepankan keadilan restoratif agar penindakan dan upaya paksa bisa dihindarkan.
Baca Juga:
Kasus Kematian Vina-Eki Cirebon: Komnas HAM Rekomendasi Polri Evaluasi Polda Jabar-Polres
"Selanjutnya aparat menginisiasi pertemuan-pertemuan dengan warga, namun tetap memperhatikan prokes. Warga diajak berdialog dari hati ke hati, setelah mereka bisa menerima maka pengukuran pun dilakukan tanpa perlu pengerahan," ujar Arsul.
Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengecam adanya tindak kekerasan yang membuat warga sipil menjadi korban kericuhan dalam proses pengukuran lahan warga untuk penambangan batu andesit di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Diketahui, insiden terkait terjadi kemarin, Selasa (8/2/2022).
"Komnas HAM RI mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian kepada warga termasuk pendamping hukum warga Wadas yang menolak desanya dijadikan lokasi penambangan quarry," tegas Beka.