WahanaNews.co | Dugaan aksi suap terkait tambang ilegal yang menyeret Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto terus bergulir. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah buka suara soal itu.
Seorang eks polisi yang berkaitan dengan bisnis mafia tambang ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim), Ismail Bolong, sempat mengaku menyerahkan uang hasil kegiatan tambang ilegal di Kaltim senilai Rp6 miliar kepada Kabareskrim.
Baca Juga:
Sebutan 'Yang Mulia' bagi Hakim, Mahfud MD: Sangat Berlebihan
Namun, bertolak belakang dengan pernyataan awalnya yang viral, Ismail justru kemudian menyampaikan permintaan maaf kepada Agus.
Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan bahwa Ismail memberikan pernyataan karena di bawah tekanan Brigjen Hendra Kurniawan yang kala itu masih menjabat Karo Paminal Divpropam Polri.
Mahfud MD menyebut secara gamblang tudingan tentang adanya 'perang bintang' di dalam tubuh Polri. Para jenderal korps Bhayangkara kini mulai saling membuka kartu truf. Dia pun mewanti-wanti agar situasi tersebut harus segera diredam.
Baca Juga:
Uang Rp 920 Miliar dan 51 Kg Emas di Rumah Eks Pejabat MA, Mahfud: Itu Bukan Milik Zarof!
"Isu perang bintang terus menyeruak. Dalam perang ini, para petinggi yang sudah berpangkat bintang saling buka kartu truf. Ini harus segera kita redam dengan mengukir akar masalahnya," kata Mahfud.
Saat ini, pihak kepolisian tengah mencari keberadaan Ismail Bolong.
"Ismail Bolong ada tim yang mencari, baik [Polda] Kaltim maupun Mabes [Polri]," kata Kapolri Jenderal Listyo Sigit pada Sabtu (26/11).
Dia menegaskan bahwa selain proses pencarian, kepolisian telah melayangkan surat panggilan kepada Ismail terkait dengan pengakuannya tersebut.
"Tentunya proses pencarian. Kan, itu strategi dari kepolisian ada, panggilan ada juga," katanya.
Kapolri menegaskan pihaknya akan mengungkap kasus dugaan suap tambang ilegal itu dengan meminta keterangan dari Ismail lebih dahulu. Dia menegaskan harus ada alat bukti yang ditemukan dulu ketika menelusuri dugaan pidana.
Dugaan keterlibatan dan bantahan Kabareskrim
Brigjen Hendra Kurniawan mengamini adanya dugaan keterlibatan Agus dalam tambang ilegal di Kaltim. Agus disebut menerima setoran sebagai uang koordinasi.
Penerimaan setoran uang koordinasi itu berdasarkan laporan hasil penyelidikan (LHP) dengan nomor R/ND-137/III/WAS.2.4/2022/Ropaminal tertanggal 18 Maret 2022 yang dilaporkan Hendra ke mantan Kadiv Propam Ferdy Sambo.
Lalu, LHP dengan R/1253/IV/WAS.2.4/2022/DivPropam tertanggal 7 April 2022 yang dilaporkan Ferdy Sambo ke Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Dalam LHP itu, Agus disebut menerima uang koordinasi Ismail Bolong senilai Rp2 miliar setiap bulannya. Setoran itu tercatat 3 kali, sehingga totalnya menjadi Rp6 miliar. Pemberian uang menggunakan mata uang asing atau dolar Amerika.
Lebih lanjut, pada poin H, dijelaskan Ismail Bolong juga memberikan uang koordinasi ke Bareskrim Polri yang diserahkan kepada Kombes BH selaku Kasubdit V Dittipidter sebanyak tiga kali, yaitu bulan Oktober, November dan Desember 2021 sebesar Rp3 miliar setiap bulan. Uang itu untuk dibagikan di Dittipidter Bareskrim.
Pengakuan Hendra muncul usai Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo juga mengonfirmasi surat laporan yang beredar.
"Ya, kan, sesuai faktanya begitu [Kabareskrim diduga terima suap tambang ilegal]," ujar Hendra kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Agus sendiri membantah telah menerima uang suap dari tambang ilegal. Ia justru mempertanyakan tindakan Ferdy Sambo dan Hendra Kurniawan yang tidak menindak semua nama yang tertera di dua laporan hasil penyelidikan.
Agus menuding balik dua orang itu justru yang menerima uang 'setoran'.
"Jangan-jangan mereka yang terima dengan tidak teruskan masalah, lempar batu untuk alihkan isu," kata Agus, Jumat (25/11).
Jenderal bintang tiga itu juga menyebut laporan hasil penyelidikan kasus tambang yang diteken oleh Sambo itu bisa saja direkayasa dan ditutupi. Agus pun menyamakan LHP itu dengan BAP dalam kasus pembunuhan Brigadir J yang direkayasa oleh Sambo.
"Maklum lah kasus almarhum Brigadir Yoshua aja mereka tutup-tutupi. Lihat saja BAP awal seluruh tersangka pembunuhan alm Brigadir Yoshua, dan teranyar kasus yang menjerat IJP TM yang belakangan mencabut BAP juga," katanya. [rds]