WahanaNews.co | Perbedaan aturan usia pensiun antara prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) saat ini tengah diuji konstitusionalitasnya oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Adalah mantan perwira wanita TNI Angkatan Darat (Kowad), Euis Kurniasih, dan sejumlah warga negara lainnya, yang meminta MK untuk meninjau ulang pasal-pasal yang mengatur usia pensiun dalam Undang-Undang 34 Tahun 2004 tentang TNI, khususnya mengenai perbedaan batas usia untuk anggota Polri.
Baca Juga:
MK Putuskan Libur 1 untuk 6 Hari dalam UU CiptaKerja Bertentangan dengan UUD
Padahal, kedua institusi tersebut sama-sama merupakan kekuatan utama negara dalam bidang pertahanan dan keamanan.
MK diminta untuk menghapus pembedaan perlakuan terkait dengan usia pensiun tersebut.
Secara spesifik, Euis Kurniasih dkk meminta MK menyatakan Pasal 53 dan Pasal 71 Huruf a UU TNI bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai ketentuan usia pensiun prajurit TNI disamakan dengan anggota Polri.
Baca Juga:
MK Kabulkan 70% Tuntutan Buruh, Serikat Pekerja Rayakan Kemenangan Bersejarah dalam Revisi UU Cipta Kerja
Selain itu, MK juga diminta untuk menyatakan usia pensiun perwira TNI yang memiliki jabatan tertentu dan masih dibutuhkan dalam tugas dapat diperpanjang setinggi-tingginya disamakan dengan usia pensiun anggota Polri yang memiliki keahlian khusus dan sangat dibutuhkan.
MK menggelar sidang perdana pengujian UU TNI tersebut pada Selasa (30/11/2021) kemarin.
Sidang dipimpin oleh Hakim Konstitusi, Arief Hidayat, selaku ketua majelis panel.
Euis tidak hadir di persidangan, yang hadir pemohon lain, yaitu Hardiansyah, Bayu Widiyanto, dan A Ismail Irwan Marzuki, yang didampingi oleh tim kuasa hukum.
Saat ini, UU TNI mengatur, usia pensiun bagi bintara dan tamtama adalah 53 tahun serta perwira 58 tahun.
Batas maksimum usia pensiun prajurit TNI tersebut masih jauh dari batas maksimal usia produktif, yakni 64 tahun.
Dengan demikian, menurut Kurniawan, prajurit TNI yang masih produktif tidak dapat lagi berkontribusi untuk negara karena harus purnabakti.
”Sangat disayangkan prajurit TNI yang masih produktif tersebut justru dikaryakan oleh pihak non-negara,” ujar Kurniawan, salah satu kuasa hukum pemohon.
Selain itu, pihaknya juga mencatat adanya perbedaan pengaturan usia pensiun antara prajurit TNI dan anggota Polri.
Pasal 30 Ayat (2) UU Nomor 2/2002 tentang Kepolisian Negara RI mengatur, usia pensiun anggota Polri tidak dibedakan berdasarkan golongan kepangkatan, tetapi berlaku umum bagi semua anggota Polri, yakni pensiun pada usia 58 tahun.
Perbedaan lainnya, anggota Polri yang memiliki keahlian khusus dan sangat dibutuhkan dalam tugas dapat dipertahankan sampai dengan usia 60 tahun.
Sementara bagi perwira TNI tidak ada aturan mengenai perpanjangan masa tugas.
”Jika perpanjangan usia pensiun diterapkan anggota Polri berbasis keahlian khusus dan kebutuhan, prajurit TNI, baik periwra bintara maupun tamtama, sesungguhnya telah memenuhi unsur keahlian khusus dan kebutuhan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa contoh adanya pasukan khusus di dalam institusi TNI, seperti Komando Operasi Khusus TNI (Kopassus TNI). Pasukan itu bertugas menyelenggarakan operasi khusus dan kegiatan untuk mendukung pelaksanaan operasi khusus yang membutuhkan kecepatan dan keberhasilan tinggi guna menyelamatkan kepentingan nasional di dalam dan di luar wilayah NKRI,” ujar Kurniawan.
Lebih lanjut ia mengungkapkan, keahlian khusus sebenarnya sudah ada inheren di dalam prajurit TNI.
Begitu pula dalam dengan perwira yang menduduki jabatan tertentu di institusi TNI, menurut penalaran yang wajar, dapat dipastikan bahwa yang bersangkutan memiliki keahlian khusus.
”Karena, tidak mungkin perwira TNI tidak memiliki keahlian khusus menduduki jabatan tertentu,” ujarnya.
Atas permohonan tersebut, Hakim Konstitusi, Manahan Sitompul, meminta kuasa hukum untuk mengelaborasi pertentangan antara ketentuan yang mengatur usia pensiun di dalam UU TNI dan Pasal 27 ayat (1) dan (2) serta Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
”Ini harus dielaborasi lebih lanjut, di mana pertentangan itu sebenarnya. Karena, saya lihat Anda membuat suatu dalil diskriminasi. Bagaimana menurut Anda diskriminasi itu. Apakah Anda bisa membuktikan benar itu suatu diskriminasi?” kata Manahan.
Ia juga mempertanyakan kerugian konstitusional yang dialami para pemohon, di antaranya Euis Kurniasih yang sudah pensiun pada 2019 karena telah berumur 58 tahun.
”Dia kan mantan TNI, yang sudah pensiun. Nah, bagaimana? Kerugiannya itu harus jelas ya. Beda lho kerugian konstitusional dengan kerugian materiil. Mungkin yang jelas kita lihat kasatmata ya karena dia tidak lagi memperoleh gaji yang seharusnya dalam pangkat yang seharusnya didudukinya. Nah, itu kerugian material. Tetapi, kerugian konstitusionalnya di mana. Nanti bisa dielaborasi itu,” kata Manahan, memberikan nasihat agar pemohon memperbaiki permohonan.
Sementara itu, Hakim Konstitusi, Daniel Yusmic P Foekh, meminta pemohon untuk memperkuat argumentasi mengapa aturan pensiun untuk TNI dan Polri harus disamakan.
Jika dilihat dari segi kewenangan yang dimiliki, TNI berada dalam aspek pertahanan, sedangkan kepolisian di ranah keamanan.
”Ini hal yang berbeda sehingga nanti coba diuraikan dalam posita supaya memperkuat argumentasi,” ujarnya.
Masih terkait dengan perbedaan kewenangan, Daniel juga meminta agar pemohon memberikan perbandingan pengaturan usia pensiun TNI dan kepolisian yang diberlakukan negara lain.
Ia pun meminta pemohon untuk mencari risalah pembahasan UU Nomor 34/2004 sehingga diketahui alasan mengapa usia pensiun TNI diputuskan di angka 58 tahun.
”Karena, usia ini juga tentu akan sangat terkait dengan fungsi pertahanan, khususnya bagi anggota TNI,” ucapnya.
Sementara itu, Arief Hidayat meminta agar pemohon mencermati putusan-putusan MK terkait dengan permintaan mengubah usia.
Ia meminta agar prinsip-prinsip yang ada di dalam putusan MK terdahulu terkait dengan perubahan usia pensiun dilihat sebab MK sangat berhati-hati betul untuk mengubah usia.
Andika Melawat ke MK
Sebelumnya, Panglima TNI, Jenderal Andika Perkasa, melakukan kunjungan kerja ke MK pada Selasa (23/11/2021) lalu.
Ia disambut oleh Ketua MK, Anwar Usman, dengan didampingi oleh Panitera MK, Muhiddin; Panitera Muda I MK, Triyono Edy Budhiarto; Panitera Muda III MK, Ida Ria Tambunan; Plt Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi MK, Sigit Purnomo; serta Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri MK, Fajar Laksono.
Mengacu pada berita resmi di situs MK, Panglima beserta rombongan diajak berkeliling untuk mengenal lebih dekat MK, mulai dari ruang persidangan, Pusat Sejarah dan Konstitusi, hingga Sinema Konstitusi.
Seperti diberitakan situs MK, Anwar Usman saat menerima audiensi di ruang delegasi MK mengungkapkan bahwa merupakan suatu kehormatan bagi MK sebagai lembaga negara pertama yang dikunjungi Panglima TNI setelah resmi dilantik oleh Presiden Joko Widodo pada 17 November 2021 lalu. [qnt]