WAHANANEWS.CO, Jakarta - Penangkapan Gubernur Riau Abdul Wahid oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengguncang publik. Kasus ini menambah panjang daftar kepala daerah Riau yang terjerat korupsi.
Sejak era reformasi, empat Gubernur Riau sudah bergiliran menjadi pesakitan di tangan lembaga antirasuah. Mereka adalah Saleh Djasit, Rusli Zainal, Annas Maamun, dan kini Abdul Wahid.
Baca Juga:
Polda Jambi menggelar Apel Gelar Pasukan dalam rangka tanggap Darurat Bencana Hidrometeorologi
Gubernur Riau pertama yang ditangkap KPK adalah Saleh Djasit. Ia menjabat periode 1998–2003 dan tersandung kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran. Saleh ditetapkan tersangka pada 2007 dan dijebloskan ke penjara pada 2008 ketika sudah menjadi anggota DPR RI.
Kasus itu ternyata tidak memberi efek jera. Gubernur berikutnya, Rusli Zainal, yang menjabat dua periode (2003–2013), ikut terseret kasus korupsi Pekan Olahraga Nasional (PON) 2012 dan penyalahgunaan wewenang. Ia ditangkap KPK pada 2013.
Selang setahun kemudian, giliran Annas Maamun yang menduduki kursi Gubernur Riau. Ia ditangkap pada 2014 hanya tujuh bulan setelah dilantik karena terlibat kasus alih fungsi hutan.
Baca Juga:
Dari Saleh Djasit ke Abdul Wahid, Rangkaian Gubernur Riau yang Ditangkap KPK
Kini, sejarah kelam itu berulang. Abdul Wahid, yang baru delapan bulan menjabat sejak Februari 2025, diamankan KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Pekanbaru pada Senin (3/11/2025) malam.
Ia diduga menerima gratifikasi atau melakukan pemerasan terkait proyek jalan dan jembatan di lingkungan Dinas PUPR-PKPP Riau tahun anggaran 2025.
Menurut Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, Abdul Wahid menerima sedikitnya Rp 4,05 miliar dari skema pungutan liar yang disebut sebagai “jatah preman”. Uang itu digunakan untuk kebutuhan pribadi, termasuk perjalanan ke luar negeri ke Inggris, Brasil, dan Malaysia.
Selain Wahid, KPK juga menetapkan dua pejabat lain sebagai tersangka, yaitu Kepala Dinas PUPR Riau M Arief Setiawan dan Staf Ahli Gubernur Riau Dani M Nursalam.
Ketiganya disangkakan melanggar pasal dugaan pemerasan atau penerimaan hadiah terkait jabatan.
Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau menyampaikan keprihatinan atas penangkapan tersebut.
“Tentu kita prihatin dengan kejadian ini. Tapi, kita menjunjung proses hukum yang mengedepankan praduga tak bersalah. Rangkaian hukum masih dilalui sampai diputuskan oleh pengadilan,” ujar Taufik dari LAM Riau di Pekanbaru, Rabu (5/11/2025).
Ia berharap penegakan hukum dilakukan secara adil dan profesional, tanpa intervensi atau kepentingan politik apa pun.
“Di sisi lain, kita berharap agar masyarakat Riau tetap tenang. Tidak mengaitkan dengan sesuatu tanpa alasan mendasar, sehingga membuat kisruh lain. Kita juga yakin Pak Wahid dapat melewati semuanya ini dengan baik,” tambahnya.
Taufik menilai maraknya kasus korupsi yang menjerat pejabat daerah Riau menunjukkan perlunya memperkuat sistem pencegahan.
“Mungkin diperlukan penguatan berbagai instrumen preventif, baik dari sisi hukum, sosial, maupun tata kelola politik,” tutupnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]