WAHANANEWS.CO, Jakarta - Seorang wanita bernama Sulistiyowati (50) diduga menjadi korban akibat praktek komplotan mafia tanah, yang kini kasusnya belum juga selesai.
Tanahnya berdasarkan sertipikat SHM Nomor 31, seluas 1.196 M2 di Jalan Raya Ceger, Kelurahan Ceger, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, diduga berbalik nama secara sepihak kepada seseorang bernama Henry Barki. Padahal diketahui Sulistiyowati tidak pernah merasa menjual dan menandatangani penjanjian jual beli apalagi di depan PPAT.
Baca Juga:
Peralihan Sepihak SHM Tanah di Ceger, Pengamat: Ini Ulah Mafia Tanah
Kuasa Hukum korban Karsedi didampingi rekannya Rensis Oktaviani Kandouw, kepada wartawan i mengatakan, berdasarkan kronologis dan data-data peralihan nama sertipikat SHM Nomor 31 Ceger yang beralih sepihak sudah bisa dikategorikan perbuatan para mafia tanah. Otak pelaku dan yang turut serta di dalamnya diduga kuat sudah memiliki peran masing-masing, dengan indikasi:
1. Sulistiyowati hanya membuka kuasa jual kepada Henry Barki di Notaris Clara dan menyerahkan sertipikat aslinya, bukan di Notaris Kumala. Anehnya yang namanya kuasa jual apa benar ada klosul yang isinya dapat menguasai atau membaliknamakan tanah tersebut dari pemberi kuasa.
2. Henry Barki sudah 2 (dua) kali melalui suruhannya menunjukkan sertifikat berdasarkan AJB palsu, pertama dari PPAT Haji Zarius Yan, SH dan yang kedua PPAT Srie Atikah, SH. Hal itu telah dikonfirmasi dan mendapat surat keterangan dari ke 2 PPAT tersebut bahwa AJB yang ditunjukkan palsu.
Baca Juga:
Menanti Tindakan Tegas Kepala Kantor BPN Jaktim Pada Dugaan Mafia Tanah di Ceger
3. Berkali-kali Henry Barki menyampaikan Somasi kepada S. Sulistiyowati untuk segera mengosongkan tanah atau lahannya dengan mengaku-ngaku telah merubah dan menyatakan SHM Nomor 31 Ceger telah berubah nama atas nama Henry Barki.
4. Adanya informasi dari UP3D Kecamatan Cipayung yang mengklarifikasi adanya pembayaran pajak balik nama atas sertifikat Nomor. 31 dan adanya kuitansi pelunasan sebesar Rp 1,4 miliar yang tidak pernah diterima dan ditandatangani kuitansi diatas materai oleh S. Sulistiyowati. Hingga saat ini proses validasi BPHTB masih dihentikan karena S. Sulistiyowati tidak menjual tanahnya kepihak manapun.
5. Pada tahun 2021, S. Sulistiyowati pernah mengajukan pemblokiran untuk mencegah hal yang tidak diinginkan, mesti 30 hari pemblokiran akan terbuka secara otomatis, faktanya proses validasi hingga saat ini masih dihentikan dan di tahan pihak UP3D Kecamatan, namun kuat dugaan ada oknum yang melakukan pembukaan blokir dan sertipikat Nomor. 31 sudah diduga berbalik nama sepihak.