WahanaNews.co | Beberapa waktu lalu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD sempat mengungkapkan aksi "gerakan bawah tanah" yang bertujuan memengaruhi vonis Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J tak terbukti.
Mahfud menyebut upaya gerilya itu menemui kegagalan, lantaran Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menjatuhkan vonis maksimal pada Ferdy Sambo, berupa hukuman mati.
Baca Juga:
Sebutan 'Yang Mulia' bagi Hakim, Mahfud MD: Sangat Berlebihan
"Ya hakimnya mandiri, (gerakan bawah tanah) tidak berhasil," kata Mahfud dalam program Satu Meja The Forum Kompas TV, dikutip Selasa (21/2/2023).
Namun, sambung Mahfud, terbuka kemungkinan gerakan bawah tanah tersebut berlanjut di tingkat banding.
Bukan tidak mungkin ada pihak yang berupaya memengaruhi hakim di pengadilan tinggi agar menerima banding yang diajukan Ferdy Sambo dan kawan-kawan.
Baca Juga:
Uang Rp 920 Miliar dan 51 Kg Emas di Rumah Eks Pejabat MA, Mahfud: Itu Bukan Milik Zarof!
"Ya bisa saja (ada gerakan bawah tanah di tingkat banding)," ujar Mahfud.
Melihat potensi tersebut, Mahfud mengajak masyarakat terus mengawal perkembangan kasus Ferdy Sambo dan terdakwa lainnya.
Terlebih, di tingkat banding tidak jarang hakim memotong masa hukuman para terdakwa, sehingga kemungkinan keberhasilannya terbuka lebar.
"Kadang kala kita dibuat terkejut. Seringkali putusan begini di pengadilan sudah oke, tiba-tiba disunat di pengadilan tinggi, disunat lagi di Mahkamah Agung. Itu sering terjadi kejutan," kata Mahfud.
Mahfud yakin bahwa gerakan bawah tanah yang semula mengancam independensi hakim pengadilan negeri dalam menjatuhkan vonis terhadap Ferdy Sambo dkk gagal karena semua pihak terus mengawasi jalannya kasus ini.
Oleh karenanya, dia berharap, masyarakat tidak lelah memantau perkembangan kasus ini hingga hukuman terhadap Ferdy Sambo dkk inkrah atau berkekuatan hukum tetap.
"Mari kita pelototi terus, jangan sampai berhenti sampai di sini," tutur Mahfud.
Sebelumnya, Mahfud MD sempat mengungkap soal adanya "gerakan bawah tanah" yang bergerilya untuk memengaruhi vonis Ferdy Sambo dan kawan-kawan di kasus pembunuhan Brigadir J.
Menurut Mahfud, ada pihak yang meminta Sambo dihukum ringan, bahkan ada yang meminta mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu dibebaskan.
"Saya sudah mendengar ada gerakan-gerakan yang minta, memesan, putusan Sambo itu dengan huruf, ada juga yang meminta dengan angka," kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (19/1/2023).
"Ada yang bergerilya, ada yang ingin Sambo dibebaskan, ada yang ingin Sambo dihukum, kan begitu," tuturnya.
Tanpa menyebutkan sosok yang dimaksud, menurut Mahfud, pihak yang bergerilya itu adalah pejabat tinggi pertahanan dan keamanan.
Kini, Ferdy Sambo dan empat terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J lainnya telah divonis.
Majelis Hakim PN Jaksel menjatuhkan vonis mati terhadap Sambo. Vonis ini lebih berat dari tuntutan jaksa yang meminta supaya mantan jenderal bintamg dua Polri itu dihukum penjara seumur hidup.
Hakim juga telah menjatuhkan vonis terhadap Putri Candrawathi berupa pidana penjara 20 tahun. Vonis ini juga lebih berat dari tuntutan jaksa yang meminta agar istri Ferdy Sambo tersebut dipenjara 8 tahun.
Terdakwa lain yakni Kuat Ma'ruf divonis 15 tahun penjara. Hukuman ART Ferdy Sambo itu lebih berat dari tuntutan jaksa, yakni 8 tahun penjara.
Kemudian, vonis 13 tahun pidana penjara dijatuhkan terhadap Ricky Rizal. Sebelumnya, jaksa meminta hakim menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara terhadap mantan ajudan Ferdy Sambo tersebut.
Sementara, vonis ringan dijatuhkan terhadap Richard Eliezer atau Bharada E. Hakim memutuskan menghukum Richard pidana penjara 1 tahun 6 bulan, jauh di bawah tuntutan jaksa yakni pidana penjara 12 tahun.
Atas vonis hakim tersebut, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf mengajukan banding. Banding juga diajukan oleh Kejaksaan Agung.
Pada saat bersamaan, Kejaksaan Agung memutuskan tidak mengajukan banding atas vonis Richard Eliezer meski putusan mantan ajudan Ferdy Sambo itu jauh lebih rendah dari tuntutan jaksa. [eta]