WahanaNews.co | Kabar aliran dana tambang ilegal milik Ismail Bolong cs ke sejumlah petinggi Polri terus berkembang. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan akan mendalami hal itu.
Meskipun demikian, Listyo menyatakan akan mendalami pelanggaran kode etik terlebih dahulu ketimbang pidana.
Baca Juga:
Putra Kelahiran Serui, Irjen Pol Alfred Papare Menjadi Kapolda Papua Tengah
"Kami dalami. Proses etik berbeda dengan pidana. Dalam proses etik, bersumber dari keterangan orang, bisa diambil langkah. Kalau pidana, harus cukup alat buktinya. Kami mengambil langkah dengan mengedepankan asas praduga tidak bersalah," kata dia, dilansir dari Tempo.com, Senin (21/11).
Sudah mencopot Kapolda Kaltim
Listyo Sigit pun menyatakan sebelumnya telah melakukan penindakan terhadap anggotanya yang diduga terlibat. Diantaranya adalah dengan mencopot Kapolda Kalimantan Timur Irjen Herry Rudolf Nahak.
Baca Juga:
Komjen Ahmad Dofiri Resmi Jabat Wakapolri
"Kami sudah copot kepala polda dan para pejabat terkait saat itu," kata Listyo Sigit.
Berdasarkan penelusuran Tempo, Herry dicopot pada 7 Desember 2021 melalui telegram ST/2568/XI1/KEP/2021 yang ditandatangani oleh Asisten bidang Sumber Daya Manusia Kapolri Irjen Wahyu Widada.
Dalam surat tersebut, Herry digantikan oleh Irjen Imam Sugianto yang sebelumnya menjabat sebagai Asisten Operasi Kapolri. Herry pun diberi jabatan baru sebagai Kepala Sepim Lemdiklat Polri.
Pencopotan Herry tersebut terjadi empat bulan sebelum Divisi Profesi dan Pengamanan (Div Propam ) Polri menerbitkan laporan hasil penyelidikan. Dokumen laporan tersebut ditandatangani oleh mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo tertanggal 7 April 2022.
Tempo melihat laporan hasil penyelidikan Div Propam itu. Sambo dalam laporannya kepada Listyo Sigit menyatakan menemukan bukti yang cukup soal adanya pelanggaran oleh sejumlah anggota Polri terkait aktivitas tambang ilegal Ismail Bolong dan aliran dananya.
"Ditemukan cukup bukti adanya dugaan pelanggaran oleh anggota Polri terkait penambangan, pembiaran dan penerimaan uang koordinasi dari para pengusaha penambang batubara ilegal yang bersifat terstruktur dari tingkat Polsek, Polres, Polda Kaltim dan Bareskrim Polri," bunyi poin 3c laporan tersebut.
Dalam laporannya, Sambo menyebut adanya aliran dana dari Ismail ke sejumlah petinggi Polri selain Kapolda Kaltim Irjen Herry Rudolf Nahak. Mereka diduga menerima uang koordinasi dari Ismail Bolong yang besarannya bervariasi antara Rp 30 ribu sampai Rp 80 ribu per metrik ton.
Selama Oktober hingga Desember 2021, menurut laporan tersebut, mereka masing-masing menerima uang dengan kisaran Rp 600 juta hingga Rp 5 miliar per bulan.
Listyo Sigit Prabowo menyatakan tak mengetahui secara rinci soal laporan tersebut. Dia menyatakan hanya mendapatkan laporan singkat soal itu.
"Terakhir ada rekaman testimoni yang menyebutkan soal itu, tidak masuk ke saya. Yang dilaporkan kepada saya hanya ringkasan pemeriksaan dan rekomendasi. Bukan laporan pemeriksaan yang rinci. Itu biasanya dari bawahan ke atasan," kata dia.
Kapolri pun menyatakan telah memerintahkan untuk menangkap Ismail Bolong. Dia menyatakan penangkapan tersebut agar memperjelas tudingan kepada sejumlah anak buahnya yang disebut menerima aliran dana tersebut.
"Mengenai pejabat-pejabat yang menerima, supaya tidak terjadi polemik, saya perintahkan untuk tangkap Ismail Bolong. Dia pernah memberi testimoni, benar atau tidak, kami tidak tahu. Muncul video lagi yang menyampaikan hal itu karena ditekan. Supaya lebih jelas, lebih baik tangkap saja," kata dia. [rds]