WahanaNews.co, Jakarta - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra yang juga anggota DPR RI, Habiburokhman mengaku tidak tahu apa dasar cawapres nomor urut 3 Mahfud MD melempar isu adanya akal-akalan baru dalam isi RUU Daerah Khusus Jakarta (DKJ) yang mengecoh, sehingga berpotensi Presiden bisa cawe-cawe dengan menunjuk Gubernur Jakarta dan tidak melalui pemilihan langsung.
Bahkan Habiburokhman justru menduga apa yang diungkapkan Mahfud MD itu sebenarnya adalah usulannya ke Presiden dan bisa jadi adalah rencana jahat Mahfud MD.
Baca Juga:
PKS Buka Peluang Usung Anies Baswedan di Pilkada DKI Jika Kalah Pilpres
Sebab katanya saat draf RUU DKJ itu diajukan, Mahfud MD menjabat Menko Polhukam yang merupakan wakil pemerintah dalam pembahasan di DPR.
"Kita enggak ngerti basis yang dijadikan oleh Prof Mahfud untuk memberikan penilaian. Karena kan Beliau juga sebetulnya ada di pemerintahan dan paham sekali soal alur pembentukan ee perundang-undangan," ujar Habiburokhman dalam tayangan Kupas RUU Daerah Khusu Jakarta di Metro TV, Sabtu (2/4/2024).
Menurut Habiburokhman RUU DKJ belum dibahas sama sekali dan jika ada kontroversi di masyarakat silakan saja disampaikan.
Baca Juga:
Soal Pilgub DKI, Ridwan Kamil Sindir Balik Sahroni: Salam dari Mandra
"Nah, akal-akalannya dari mana? Saya enggak mengerti. Apalagi kalau mengacu pernyataan pemerintah lewat Menteri Azwar Anas maupun Jokowi langsung sendiri mengatakan bahwa mereka menyepakati Gubernur DKI dipikih langsung. Itu pernyataan yang langsung dan lugas loh," katanya, seperti dilansir Tribun.
Karenanya Habiburokhman menanyakan apa dasar Mahfud MD menyatakan ada potensi Presiden cawe-cawe dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta.
Di mana menurut Mahfud ada isi RUU DKJ yang mengecoh sehingga nantinya Gubernur Jakarta dijaring 2 nama oleh DPR dan diajukan ke Presiden untuk dipilih satu nama.
"Justru kita tanyakan ke Prof Mahfud, dasarnya apa ya. Undang-undang ini kan inisiatif DPR betul ya. Semua undang-undang itu akan dibahas oleh komisi yang ditunjuk atau Pansus atau atau Baleg," katanya.
"Nah di situ di pembahasan tersebut, semua partai politik di DPR berhak menyampaikan argumentasi dan sikapnya masing-masing," ujarnya.
Menurut Habiburokhman perdebatan soal Gubernur Jakarta sebenarnya sudah selesai di bulan Januari 2024.
"Ini kan muncul di bulan Desember. Januari ditegaskan oleh Presiden lewat menteri Azwar Anas, maupun lewat presiden sendiri bahwa sepakat Gubernur Jakarta dipilih langsung," katanya.
Bahkan kata Habiburokhman, Gibran Rakabuming, putra Presiden Jokowi, juga lebih setuju Gubernur Jakarta untuk dipilih lewat pemilihan langsung.
Karenanya Habiburokhman mengaku tidak pernah mendengar ada isu atau usulan seperti yang dikatakan Mahfud MD, bahwa nantinya Gubernur Jakarta dipilih dua nama oleh DPR untuk diajukan ke Presiden yang menunjuk secara langsung salah satunya.
"Usulan dari masyarakat mungkin saja beragam. Tapi saya enggak pernah mendengar seteknis itu. Gak pernah mendengar ada usulan seteknis itu. Kebetulan kita gak di Baleg, tapi yang saya ikuti karena saya Dapil Jakarta, saya tidak pernah mendengar ada usulan seteknis itu," katanya.
"Seperti dikatakan Pak Mahfud ya, diajukan dua paslon atau gimana dipilih oleh DPR. Jangan-jangan itu usulan Pak Mahfud dulu sebelum pecah kongsi ya, sebelum beliau tidak sejalan lagi dengan Pak Jokowi," papar Habiburokhman.
Apalagi kata Habiburokhman dulunya Mahfud MD adalah Menko Polhukam yang merupakan wakil pemerintah dalam pembahasan UU di UU.
"Jangan-jangan itu rencana jahat beliau waktu itu, begitu," kata Habiburokhman.
Sementara Bendahara Umum (Bendum) Partai Nasdem Ahmad Sahroni tidak sependapat dengan pernyataan Habiburokhman yang menduga ada rencana jahat Mahfud MD.
"Enggaklah Bib. Kita juga tidak berpikir secara negatif kepada Prof Mahfud, sekalipun yang bersangkutan sudah tidak lagi menjabat Menko Polhukam, tapi kita gak bisa tuduh seseorang merusak dalam suasana demokrasi ini," kata Sahroni.
"Yang sekarang existing misalnya, Nasdem dari awal menolak apa yang akan diajukan terkait dengan RUU DKJ sekarang dan kita berharap demokrasi ini jangan pudar. Jangan rusak gara-gara sekelompok orang ingin melakukan sesuatu yang akhirnya demokrasinya terancam," ujar Sahroni
[Redaktur: Alpredo Gultom]