Bahkan sejak era Orde Baru, tren impor gula cenderung meningkat setiap tahun, menunjukkan kegagalan sistemik dalam sektor pergulaan nasional.
Dalam dua periode pemerintahan Presiden Joko Widodo (2014–2024), tak satu pun dari enam Menteri Perdagangan berhasil melepaskan diri dari kebijakan impor gula.
Baca Juga:
LCKI Tuntut Usut Dugaan Korupsi Dana BOP PAUD di Tebo, Ancam Laporkan ke KPK
Mereka adalah Rachmat Gobel (2014–2015), Tom Lembong (2015–2016), Enggartiasto Lukita (2016–2019), Agus Suparmanto (2019–2020), Muhammad Lutfi (2020–2022), dan Zulkifli Hasan (2022–2024).
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), tren impor gula Indonesia selama 10 tahun terakhir meningkat tajam.
Pada 2014, jumlah impor tercatat 2,93 juta ton. Angka itu melonjak menjadi 6,01 juta ton pada 2022, sebelum sedikit menurun menjadi 5,07 juta ton pada 2023.
Baca Juga:
Jaksa Bongkar Kasus Korupsi Miliaran Rupiah di Dinkes Nias Barat, PPK dan Rekanan Ditahan
Berikut rincian data impor gula menurut BPS dari 2014 hingga 2023:
2014: 2,93 juta ton
2015: 3,36 juta ton
2016: 4,74 juta ton
2017: 4,48 juta ton
2018: 5,03 juta ton
2019: 4,09 juta ton
2020: 5,54 juta ton
2021: 5,48 juta ton
2022: 6,01 juta ton
2023: 5,07 juta ton
Kebijakan impor gula yang tak kunjung reda ini semakin ironis bila menengok sejarah Indonesia di masa lalu. Pada awal abad ke-20, ketika masih menjadi Hindia Belanda, Pulau Jawa dikenal sebagai eksportir gula terbesar kedua di dunia setelah Kuba.