WahanaNews.co | Hakim terlihat geram saat memeriksa Asisten Rumah Tangga (ART) keluarga Ferdy Sambo, Susi dan Diryanto alias Kodir.
Dalam sidang kasus Ferdy Sambo Cs, yang digelar secara terbuka itu, hakim tampak marah bahkan sempat menduga bahwa saksi menyampaikan keterangan palsu.
Baca Juga:
Harta Majelis Kasasi Perkara Ronald Tannur Dianalisis PPATK
Menurut Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel, kemarahan hakim di ruang sidang Ferdy Sambo Cs itu sudahlah tepat. Amarah yang dimaksud adalah punya nilai yudisial.
“Di mata saya, hakim yang menyidangkan perkara pembunuhan berencana dan perintangan penegakan hukum sudah marah dengan tepat,” kata Reza dalam keterangan tertulisnya dikutip dari tvone.
“Cirinya, pertama, tertuju ke pihak yang memang pantas dimarahi. Yakni saksi yang berdusta, berbelit-belit, dan tidak natural saat menjawab,” imbuhnya.
Baca Juga:
Kasus Ronald Tannur, MA Bentuk Tim Pemeriksa Mengklarifikasi Majelis Kasasi
Kedua menurut Reza, marahnya hakim didasarkan pada alasan yang sesuai. Ulah saksi ini bisa menjauhkan proses hukum dari azas murah, cepat, dan sederhana. Sementara yang ketiga, amarah itu diungkapkan dengan cara yang tepat.
“Ini tampak ketika hakim memperingatkan saksi dan mengancam akan memidana mereka jika terus tidak bersikap kooperatif,” ujarnya. Seorang hakim yang marah menurut Reza, juga dapat menjadi sebuah sinyal bagi keluarga korban.
Ini meyakinkan bahwa hakim di pihak si korban. “Lewat amarahnya, hakim meyakinkan keluarga korban bahwa mereka berada dalam naungan hakim,” jelas Reza.
Hakim Marah Itu Tanda Termotivasi
Reza juga mengatakan bahwa hakim yang marah menandakan bahwa dirinya termotivasi. Sikapnya yang marah dengan terdakwa membuktikan bahwa hakim menjiwai perkara yang tengah ditangani.
“Kata penelitian, hakim yang marah menandakan dia termotivasi dan menjiwai betul perkara yang tengah dia sidangkan,” ujar Reza. Reza menambahkan, emosi yang naik membuat hakim lebih berhati-hati dalam mencermati bukti dan lebih sigap menangkap keterangan yang tidak konsisten.
“Dengan emosinya yang naik, hakim menjadi lebih hati-hati dalam mencermati bukti, lebih sigap menangkap keterangan-keterangan yang tidak konsisten,” kata Reza.
Tak hanya itu, hakim juga lebih seksama terhadap rincian perkataan dan perbuatan di ruang sidang. Ini perlu di waspadai seorang saksi yang mencoba memberi pernyataan bohong atau di setting.
“Jadi memang berisiko kalau ada pihak yang coba-coba men-setting para saksi lagi,” katanya.
Menurut Reza, semakin banyak settingan keterangan saksi yang berhasil hakim tangkap, semakin tinggi pula keyakinan hakim.
“Semakin tinggi pula keyakinan hakim pihak pen-setting saksi memang sedang berupaya mempersulit persidangan sekaligus merusak kewibawaan hakim,” ujar Reza.
Reza mengatakan kemarahan hakim yang berkali-kali itu dapat berakumulasi. Hakim pun bias memberikan hukuman berat kepada saksi jika diketahui memberikan pernyataan bohong.
“Jangan kaget kalau nantinya hakim memberikan hukuman sangat berat,” tandas Reza. [tum]