Puan juga meminta Pemerintah memberikan perhatian khusus untuk penanganan kasus KDRT. Apalagi berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), terdapat 3.173 kasus KDRT sejak 1 Januari 2022 hingga 14 Februari 2023.
Sementara itu, Komnas Perempuan mencatat ada 457.895 kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di Indonesia sepanjang tahun 2022, termasuk kejadian kekerasan dalam rumah tangga.
Baca Juga:
DPR Tunda Proses Capim dan Dewas KPK, Tunggu Pengumuman Kabinet Baru
"Dari berbagai informasi, banyak korban merasa tidak direspons serius saat melaporkan KDRT yang dialaminya. Tidak sedikit juga yang justru malah dijadikan tersangka. Apa yang salah di sini?” ucap Puan.
Mantan Menko PMK itu mengatakan, kurangnya sosialisasi dan edukasi mengenai penanganan kasus KDRT membuat korban kesulitan saat ingin melaporkan kejadian yang dialaminya. Puan juga menilai, banyak korban takut saat hendak melapor karena kurang informasi.
“Pemerintah harus lebih banyak melakukan pendekatan dan pendampingan melalui kementerian/lembaga sehingga korban KDRT bisa bersuara,” jelasnya.
Baca Juga:
DPR Restui Pemberhentian Budi Gunawan, Herindra Resmi Jabat Kepala BIN
Dalam uraian Kemen-PPPA, perempuan lebih rentan mengalami KDRT dibanding laki-laki. Risiko perempuan mengalami KDRT dari pasangannya 1,34 kali lebih besar dibanding laki-laki dengan pasangannya. Perempuan yang suaminya memiliki pasangan lain juga memiliki lebih besar risiko menjadi korban kekerasan fisik maupun seksual.
Sementara itu, penanganan kasus KDRT diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Kurang maksimalnya penerapan sanksi hukum dalam KDRT dinilai menjadi salah satu sebab masih banyaknya kekerasan rumah tangga terjadi.
“Belum lagi ada persoalan sosial di mana korban memikirkan nasib keluarga atau anaknya apabila melapor. Ini yang harus menjadi perhatian kita bersama,” ungkap Puan.