Rudy mengungkapkan dirinya mendapat tekanan selama proses sidang Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) Polda NTT. Karena, ia memilih tak hadir saat sidang putusan pada Jumat (11/10) setelah sempat hadir pada sidang Rabu (9/10). Apalagi, menurut Rudy, sidang KKEP itu hanya menekankan pada proses pemasangan garis polisi yang menyalahi prosedur.
"Saya merasa benar-benar ditekan dalam memberikan keterangan saat itu. Contohnya dalam pemasangan garis polisi itu kan ada rangkaian ceritanya dari tanggal berapa dan seterusnya, tetapi mereka (pimpinan sidang) justru paksa saya agar menceritakan hanya di tanggal 27 (Juni 2024)," tutur Rudy.
Baca Juga:
Pertamina Patra Niaga Salurkan Bantuan ke 7 Posko Erupsi Gunung Lewotobi
"Seharusnya komisi sidang menanyakan kenapa saya memasang garis polisi, itu yang harusnya mereka minta saya untuk menjelaskan, tapi saya sama sekali tidak diberikan ruang untuk menjelaskan sampai akhir, jadi hanya berpatokan pada tanggal 27 itu," imbuhnya.
Rudy juga membeberkan saat sidang dirinya sempat diberikan kesempatan untuk menanyakan kepada Ahmad Ansar terkait kepemilikan BBM yang ditampung dalam jumlah banyak.
Kepada Rudy, Ahmad mengaku BBM ilegal yang ditampung kemudian diberikan kepada Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda NTT. Masih dalam sidang, Rudy kemudian kembali menanyakan sejumlah fakta kepada Algazali. Saat itu, Algazali juga mengaku pernah memberikan uang belasan juta kepada salah seorang polisi di Polda NTT terkait kasus BBM itu.
Baca Juga:
Ketum Bhayangkari Juliati Sigit Prabowo, Salurkan Bantuan Untuk Pengungsi Erupsi Lewotobi
Namun, kata Rudy, komisi sidang menilai hal itu tidak perlu dibahas lebih jauh di dalam sidang karena dianggap sudah melebar ke mana-mana.
Terpisah, Divisi Propam Polri bakal memberikan asistensi kepada Bid Propam Polda Nusa Tenggara Timur terkait penganan kasus Rudy ini.
Kadiv Propam Polri Irjen Abdul Karim menyebut asistensi dilakukan pihaknya untuk memastikan dan mengawasi seluruh proses penyidikan berjalan dengan profesional.