WahanaNews.co | Jaksa eksekusi pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan mengeksekusi terpidana Irjen Pol Napoleon Bonaparte ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang Jakarta Timur.
Eksekusi ini dilakukan setelah kasus dugaan suap red notice yang menjerat Napoleon berkekuatan hukum tetap.
Baca Juga:
Amarah Napoleon Meledak Usai Kace Ngaku Ateis dan Hina Akidah
Ekesekusi ini dilakukan sesuai dengan Surat Perintah Pelaksanaan Putusan Pengadilan (P-48) Nomor: Prin- 1128/M.1.14/Fu.1/11/2021 tanggal 15 November 2021 dan Berita Acara Pelaksanaan Putusan Pengadilan (PIDSUS-38) pada Selasa tanggal 16 November 2021 pukul 17.30 WIB berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 4356 K/Pid.Sus/2021 tanggal 03 November 2021 jo Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor: 13/PID.SUS-TPK/2021/PT.DKI tanggal 08 Juli 2021 jo Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 46/Pid.Sus-TPK/2020/PN Jkt.Pst tanggal 10 Maret 2021 yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
“Eksekutor pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan telah melaksanakan eksekusi pidana badan terhadap terpidana Irjen Pol Napoleon Bonaparte dari Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Bareskrim Polri, dengan memasukkan ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang Jakarta Timur,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, dalam keterangannya, Rabu (17/11/2021).
Irjen Napoleon sempat mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung (MA) atas vonis empat tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider enam bulan kurungan dalam kasus dugaan suap pengurusan red notice.
Baca Juga:
Dugaan Polisi: M Kece Dipaksa Tandatangani Surat Permohonan Pencabutan Laporan
Akan tetapi MA menolaknya, sehingga hukumannya tetap sesuai putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memvonis empat tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider enam bulan kurungan.
Napoleon terbukti bersalah menerima suap sebesar SGD 200 ribu dan USD 370 ribu.
Suap itu bertujuan untuk menghapus nama Djoko Tjandra dari red notice interpol Polri, karena saat itu Djoko Tjandra masih berstatus daftar pencarian orang (DPO) dalam kasus hak tagih bank Bali.