WahanaNews.co, Jakarta - Pada tanggal 19 September 2023, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Karen Agustiawan, yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina (persero) dari tahun 2009 hingga 2014, karena diduga terlibat dalam tindak korupsi dalam pengadaan liquefied natural gas (LNG). Karen diduga telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp2,1 triliun.
Ketua KPK, Firli Bahuri, dalam sebuah konferensi pers, mengungkapkan, "Tindakan GKA alias KA telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar USD140 juta atau setara dengan Rp2,1 triliun."
Baca Juga:
Didominasi Penegak Hukum, MAKI: Pimpinan Baru KPK Tak Mewakili Masyarakat dan Perempuan
Firli menjelaskan bahwa pada sekitar tahun 2012, PT Pertamina Persero merencanakan pengadaan liquefied natural gas (LNG) sebagai salah satu solusi untuk mengatasi defisit gas di Indonesia.
Diperkirakan bahwa defisit gas akan terus berlanjut di Indonesia dari tahun 2009 hingga 2040, sehingga diperlukan pengadaan LNG untuk memenuhi kebutuhan PT PLN Persero, Industri Pupuk, dan Industri Petrokimia lainnya di Indonesia.
Karen kemudian mengambil kebijakan untuk bekerjasama dengan beberapa produsen dan pemasok LNG dari luar negeri, termasuk perusahaan CCL (Corpus Christi Liquefaction) LLC Amerika Serikat.
Baca Juga:
Setyo Budiyanto Terpilih sebagai Ketua KPK: OTT Tetap Senjata Utama
Saat pengambilan kebijakan dan keputusan tersebut, GKK alias KA secara sepihak langsung memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian perusahaan CCL melakukan kajian hingga analisis menyeluruh dan tidak melaporkan pada Dewan Komisaris PT Pertamina Persero.
Selain itu pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam hal ini Pemerintah tidak dilakukan sama sekali sehingga tindakan GKK alias KA tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari Pemerintah saat itu.
Seluruh kargo LNG milik PT Pertamina Persero yang dibeli dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat menjadi tidak terserap di pasar domestik yang berakibat kargo LNG menjadi oversupply dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia.
"Atas kondisi oversupply tersebut, berdampak nyata harus dijual dengan kondisi merugi di pasar internasional oleh PT Pertamina Persero," jelas Firli.
Firli menyampaikan bahwa Karen dinyatakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Dalam pengumuman KPK, tersangka GKA alias KA, yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina (persero) dari tahun 2009 hingga 2014, telah ditetapkan sebagai tersangka. Untuk kepentingan penyelidikan lebih lanjut, penyidik KPK akan melakukan penahanan terhadap tersangka selama 20 hari pertama, dimulai dari tanggal 19 September 2023 hingga 8 Oktober 2023, di fasilitas tahanan negara yang dikelola oleh KPK," jelas Firli.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]