WahanaNews.co |
Guru Besar Hukum Universitas Borobudur (Unbor) Jakarta, Faisal Santiago,
sependapat pasal-pasal terkait dengan tindak pidana terhadap martabat Presiden
dan Wakil Presiden RI masuk dalam Rancangan Undang-Undang tentang Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) meski berupa delik aduan.
"Keberadaan pasal-pasal
dalam RUU KUHP itu tidak lain demi menjaga muruah
(kehormatan) Presiden/Wakil Presiden RI," kata Ketua Program Studi Doktor
Hukum Unbor, Prof Dr H Faisal Santiago SH MH, menjawab pertanyaan wartawan di
Semarang, Senin (14/6/2021).
Baca Juga:
IKADIN Sambut Baik Disahkannya RUU KUHP Jadi Undang-undang
Apalagi, kata Faisal, fungsi Presiden
termaktub di dalam UUD NRI Tahun 1945, antara lain sebagai pemegang kekuasaan
pemerintahan (vide Bab III Pasal 4 Ayat 1).
Selanjutnya, dalam Pasal 10
menyebutkan bahwa Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan
Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.
Dalam Pasal 13 ayat (1),
Presiden mengangkat duta dan konsul, kemudian dalam Pasal 15 Presiden memberi
gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang.
Baca Juga:
RUU KUHP Disahkan Menjadi UU, Sekjen Kemenkumham : Alhamdulillah
"Itu merupakan simbol
dari kedaulatan, kelangsungan, dan keagungan/kebesaran dari seorang kepala
negara yang notabene kepala
pemerintahan," kata Faisal.
Karena itu, dia sepakat
pasal-pasal yang terkait dengan kehormatan atau harkat dan martabat diri
Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara.
Hal tersebut tercantum dalam
RUU KUHP Pasal 218 yang menyebutkan bahwa setiap orang yang di muka umum
menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan atau pidana denda
paling banyak Kategori IV (Rp 200 juta).
Selain itu, terdapat Pasal
219 yang menyatakan bahwa setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau
menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan
rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana
teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat
terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau
lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun 6 bulan
atau pidana denda paling banyak Kategori IV.
Menyinggung soal putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 013-022/PUU-IV/2006 dan Nomor 6/PUUV/2007 yang
mencabut Pasal 134, 136 bis, dan Pasal 137 serta Pasal 154 dan 155 KUHP tentang
penghinaan Presiden dan pemerintah, Faisal mengatakan bahwa RUU KUHP juga
memperhatikan putusan MK.
Ia menyebutkan Pasal 220 ayat
(1) yang menyatakan bahwa tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218
dan Pasal 219 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan.
Bahkan, diatur pula bahwa
pengaduan hanya dapat dilakukan secara tertulis oleh Presiden atau Wakil Presiden.
[qnt]