WahanaNews.co | Jaksa
menyampaikan tanggapan atas nota keberatan atau eksepsi terdakwa Rizieq Shihab
dalam perkara kerumunan. Jaksa menyoroti hadis Nabi Muhammad SAW mengenai hukum
ditegakkan dengan adil kepada yang bersalah.
Baca Juga:
Rizieq Bebas, Muhammadiyah: Tak Perlu Euforia, Tak Perlu Fobia
Sidang tanggapan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap eksepsi Rizieq
Shihab itu berlangsung di PN Jakarta Timur. Jaksa awalnya menilai eksepsi yang
diajukan Rizieq Shihab bukan ruang lingkup eksepsi sebagaimana diatur dalam
KUHAP, namun sekadar argumen dengan menggunakan ayat suci Al-Qur'an.
"Keberatan terdakwa tidaklah termasuk bagian dari dalil
hukum yang berlaku, melainkan hanya bersifat argumen terdakwa menggunakan
ayat-ayat suci Al-Qur'an dan hadis Rasulullah SAW yang tidak menjadi padanan
dalam penerapan pidana umum di Indonesia," ujar jaksa saat membacakan
tanggapan dalam sidang di PN Jakarta Timur, Jalan Dr Sumarno, Cakung, Jaktim,
Selasa (30/3/2021).
Jaksa lantas mengutip hadis Nabi Muhammad SAW mengenai
penegakan hukum yang adil. Jaksa membacakan hadis bagaimana Nabi Muhammad SAW
bertindak adil kepada orang yang melakukan kesalahan, sekalipun orang yang
bersalah itu adalah keturunannya.
Baca Juga:
Jika Lakukan Pelanggaran, Pembebasan Bersyarat Rizieq Bisa Dicabut
"Namun dari sekian kutipan ayat-ayat suci Al-Qur'an dan
hadis Rasulullah SAW tersebut, jaksa penuntut umum terketuk hati meminjam
sebagai kutipan di saat Rasulullah SAW mengumpulkan para sahabatnya yang
bersabda, yang artinya 'sesungguhnya telah binasa umat sebelum kamu lantaran
jika di tengah mereka ada seorang, atau yang dianggap mulia atau terhormat,
mencuri atau dibiarkan, tapi jika ada di tengah mereka seorang lemah atau
rakyat biasa mencuri, maka ditegakkan atasnya hukum, demi Allah, jika Fatimah
putri Muhammad mencuri, niscaya aku potong tangannya'.
Dari sabda Rasulullah SAW tersebut, jaksa penuntut umum
memaknai siapa pun yang bersalah, hukum tetap ditegakkan, sebagaimana adidium
hukum berbunyi fiat justitia et pereat mundus, dengan menegakkan nilai-nilai
keadilan sebagaimana suri tauladan, Rasulullah SAW sekalipun Fatimah merupakan
putri, dan dzurriyah keturunan langsung dari Nabi Muhammad SAW, tetap berlaku
keadilan itu dengan menghukumnya," tutur jaksa.
Tanggapan Kuasa Hukum
Kuasa hukum Habib Rizieq Shihab, Aziz Yanuar menanggapi apa
yang disampaikan jaksa tersebut. Menurut Aziz, hadis yang disampaikan jaksa itu
benar. Namun hadis itu tidak tepat jika disamakan dengan kasus Habib Rizieq.
"Hadisnya benar, tapi penyampaian yang salah, waktunya
tidak tepat," kata Aziz.
"Ya tidak tepat menanggapinya, apa urusannya. Kita kan
bicara soal keadilan, seperti itu. Kita setuju hadis tersebut tapi istidal-nya
tidak pada tempatnya," lanjutnya.
Habib Rizieq dalam sidang ini didakwa melakukan penghasutan
sehingga menimbulkan kerumunan di Petamburan yang dianggap melanggar aturan
mengenai pandemi COVID-19. Kerumunan itu terjadi mengenai undangan pernikahan
putri Habib Rizieq sekaligus peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW
Habib Rizieq juga didakwa melakukan tindakan tidak patuh
protokol kesehatan dan menghalang-halangi petugas COVID-19. Peristiwa itu
terjadi ketika Habib Rizieq mendatangi pondok pesantren miliknya di kawasan
Megamendung, Kabupaten Bogor.
Atas perbuatannya itu, Habib Rizieq didakwa dengan pasal
berlapis. Berikut ini pasal yang menjerat Habib Rizieq dalam kasus Megamendung
Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan atau Pasal 14
ayat (1) UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular atau Pasal 216
ayat (1) KUHP.
Sedangkan pasal yang menjerat Habib Rizieq dalam persidangan
perkara penghasutan terkait kerumunan di Petamburan sebagai berikut:
1. Pasal 160 KUHP juncto Pasal 93 Undang-Undang Republik
Indonesia (UU RI) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan juncto
Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau;
2. Pasal 216 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHP, atau;
3. Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan
Kesehatan juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau;
4. Pasal 14 ayat (1) UU RI Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah
Penyakit Menular juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dan
5. Pasal 82A ayat (1) juncto 59 ayat (3) huruf c dan d UU RI
Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2013
tentang Organisasi Kemasyarakatan Menjadi Undang-Undang juncto Pasal 55 ayat
(1) ke-1 KUHP juncto Pasal 10 huruf b KUHP juncto Pasal 35 ayat (1) KUHP. [dhn]