WAHANANEWS.CO, Jakarta – Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkap PT Google Indonesia pernah mengirim surat soal pengadaan Chromebook pada Agustus 2019.
Surat itu tak dijawab oleh Mendikbud Muhadjir Effendi dan baru dibalas oleh Nadiem Makarim pada Januari 2020 setelah menjabat menteri.
Baca Juga:
Legislator Disebut Terlibat Dapur MBG, Formappi: Parlemen Kehilangan Netralitas
Awalnya, jaksa mengatakan bahwa Nadiem menginginkan program pendidikan di Indonesia seperti Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) dengan Merdeka Belajar melalui digitalisasi pendidikan dapat bekerja sama dengan Google.
"Maka sebelumnya di bulan November 2019 Nadiem Anwar Makarim melakukan pertemuan dengan Colin Marson selaku Head of Education Asia pacific, dan Putri Ratu Alam yang membahas terkait produk-produk Google for Education seperti Chromebook, Google Workspace, dan Google Cloud," tutur jaksa saat membacakan surat dakwaan terdakwa Sri Wahyuningsih dalam sidang kasus korupsi Chromebook di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (16/12/2025).
Nadiem kemudian sepakat untuk menggunakan produk Google For Education, di antaranya penggunaan Chromebook untuk setiap sekolah yang ada di Indonesia, dan spesifkasi teknis akan diganti menggunakan sistem operasi Chrome.
Baca Juga:
Surat Kedubes untuk Istri Menteri UMKM Bikin Heboh, KPK Akhirnya Turun Tangan
"Adapun langkah awal sistem operasi Chrome yang akan digunakan di Kemendikbud maka surat PT Google Indonesia tertanggal 7 Agustus 2019 yang sebelumnya tidak dijawab oleh Muhadjir Effendi sebelumnya sebagai Mendikbud, lalu dijawab oleh pihak Kemendikbud melalui Sutanto selaku Plt Sekretaris Ditjen Paudasmen Kemendikbud tanggal 27 Januari 2020," jelas jaksa
Jaksa penuntut umum mengatakan Nadiem Makarim memiliki siasat untuk tak terlihat adanya konflik kepentingan (conflict of interest) dalam pengadan laptop Chromebook di instansi tersebut.
Saat itu, Nadiem - yang juga memiliki jabatan di PT Gojek Indonesia dan PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (AKAB) - memilih mengundurkan diri sebagai direksi di dua perusahaan itu.
Hal ini terungkap ketika jaksa membacakan dakwaan Direktur Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah 2020-2021 Sri Wahyuningsih pada hari ini, Selasa (16/12/2025).
"Untuk tidak terlihat adanya konflik kepentingan kedudukan terdakwa Nadiem selaku Mendikbud maka dia mengundurkan diri sebagai Direksi di PT Gojek Indonesia dan PT AKAB," ujar jaksa saat membacakan surat dakwaan terhadap Sri Wahyuningsih di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (16/12/2025).
Akan tetapi, kata jaksa, Nadiem menunjuk teman-temannya diantaranya Andre Soelistyo dan Kevin Bryan Aluwi sebagai direksi dan beneficial owner untuk kepentingannya mengontrol pemungutan suara miliknya di PT Gojek Indonesia dan PT AKAB.
Jaksa mengatakan Nadiem melakukan pertemuan dengan petinggi Google yakni Colin Marson selaku Head of Education Asia pacific dan Putri Ratu Alam yang membahas terkait produk-produk Google for Education seperti Chromebook, Google Workspace, dan Google Cloud.
Setelah pertemuan tersebut, Nadiem sepakat untuk menggunakan produk-produk Google For Education di antaranya adalah penggunaan Chromebook untuk setiap sekolah yang ada di Indonesia dan spesifkasi teknis akan diganti menggunakan sistem operasi Chrome.
Nadiem Angkat Fiona dan Jurist Tan Sebagai Stafsus
Jaksa juga menjelaskan, bahwa Nadiem mengangkat Fiona Handayani sebagai Staf Khusus Menteri (SKM) di bidang isu strategis, serta tersangka Jurist Tan sebagai Staf Khusus Menteri (SKM) di Bidang Pemerintahan pada pada 2 Januari 2020.
Keduanya bertugas memberikan masukan strategis terkait kebijakan pemerintahan di sektor pendidikan, termasuk berperan dalam program Merdeka Belajar.
"Nadiem Anwar Makarim memberikan kekuasaan yang luas kepada Jurist Tan dan Fiona Handayani kemudian menyampaikan kepada pejabat eselon 1 dan 2 di Kemendikbud bahwa 'apa yang dikatakan Jurist Tan dan Fiona Handayani adalah kata-kata saya'," ungkap jaksa.
Dengan kekuasaan yang diberikan Nadiem Makarim, maka Jurist Tan yang kini berstatus buronan dan Fiona Handayani sering memimpin zoom meeting pejabat eselon 1 dan 2 mewakilinya dalam program Digitalisasi Pendidikan berbasis Chromebook.
"Bahwa selanjutnya Jurist Tan dan Fiona Handayani sering memimpin zoommeeting dengan pejabat Eselon 1 dan 2 di Kemendikbud mewakili Nadiem Anwar Makarim untuk mengusung program dan project pendidikan di Indonesia seperti Asesmen Kompetensi Minimum atau AKM dengan program Merdeka Belajar melalui Digitalisasi Pendidikan berbasis Chromebook," jaksa menandaskan.
Kasus Korupsi Laptop Chromebook Rugikan Negara Rp2,1 Triliun
Sebelumnya, Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menggelar sidang untuk tiga terdakwa kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook, yaitu Sri Wahyuningsih selaku Direktur Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah tahun 2020-2021; Mulyatsyah selaku Direktur SMP Kemendikbudristek 2020; dan Ibrahim Arief (IBAM) selaku tenaga konsultan, dengan agenda pembacaan dakwaan.
Ketiganya didakwa telah merugikan negara sebesar Rp 2,1 triliun, bersama dengan terdakwa Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek).
"Yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 1.567.888.662.716,74 berdasarkan laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara atas perkara dugaan tindak pidana korupsi program digitalisasi pendidikan pada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Tahun 2019 sampai dengan 2022 Nomor PE.03.03/SR/SP-920/D6/02/2025 tanggal 4 November 2025 dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia," tutur Jaksa Roy Riady saat membacakan surat dakwaan, Selasa (16/12/2025).
"Dan kerugian keuangan negara akibat pengadaan Chrome Device Management yang tidak diperlukan dan tidak bermanfaat pada Program Digitalisasi Pendidikan pada Kemendikbudristek RI Tahun 2019 sampai dengan 2022 sebesar USD44.054.426 atau setidak-tidaknya sebesar Rp 621.387.678.730," sambungnya.
Hasil hitungan kerugian negara Rp 2,1 triliun itu merupakan total dari dari angka kemahalan harga Chromebook sekitar Rp 1,5 triliun serta pengadaan CDM yang tidak diperlukan dan tidak bermanfaat sebesar USD 44.054.426 atau senilai Rp 621 miliar tersebut.
Adapun perbuatan yang merugikan negara itu dilakukan terdakwa Sri Wahyuningsih, Mulyatsyah, Ibrahim Arief bersama Nadiem Makarim dan mantan staf khususnya, yakni Jurist Tan yang kini masih buron.
Jaksa menyebut, pengadaan laptop Chromebook dan CDM tahun 2020-2022 yang dilakukan oleh para terdakwa tidak sesuai dengan perencanaan dan prinsip pengadaan, sehingga tidak bisa digunakan di daerah Terluar, Tertinggal, Terdepan (3T).
"Bahwa terdakwa Sri Wahyuningsih bersama- sama dengan Nadiem Anwar Makarim dan Jurist Tan menyusun harga satuan dan alokasi anggaran tahun 2020 Direktorat SC tanpa dilengkapi survei dengan data dukung yang dapat dipertanggungjawabkan dalam penganggaran pengadaan TIK laptop Chromebook yang menggunakan sistem operasi Chrome (Chrome OS) dan Chrome Device Management (CDM) yang menjadi acuan dalam penyusunan harga satuan dan alokasi anggaran pada tahun 2021 dan tahun 2022," ujar jaksa.
Kemudian, jaksa juga menyatakan bahwa pengadaan laptop Chromebook tersebut juga dilakukan tanpa melalui evaluasi dan referensi harga.
"Bahwa terdakwa Sri Wahyuningsih bersama-sama dengan Nadiem Anwar Makarim dan Jurist Tan melakukan pengadaan laptop Chromebook pada Kemendikbud melalui e-Katalog maupun aplikasi Sistem Informasi Pengadaan Sekolah (SIPLah) tahun 2020, 2021 dan tahun 2022 tanpa melalui evaluasi harga melaksanakan pengadaan laptop Chromebook dan tidak didukung dengan referensi harga," ungkap jaksa.
[Redaktur: Alpredo Gultom]