Sebagai informasi,
angka US$ 1.797,2 miliar merupakan perhitungan Chevron (tergugat I)
atas dana yang dibutuhkan untuk penyelesaian menyeluruh pemulihan tanah
terkontaminasi minyak (TTM) setiap tahunnya, belum termasuk pemulihan hutan
yang rusak.
Angka tersebut telah disetujui SKK Migas (tergugat II).
Baca Juga:
Pertamina Komitmen Jaga Ketahanan Energi Nasional
LPPHI menilai,
Chevron dalam melakukan kegiatan usaha telah menimbulkan kerusakan hutan serta
menimbulkan dan meninggalkan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), yang
telah mencemarkan dan merusak lingkungan hidup serta merugikan masyarakat di
wilayah Kabupaten Siak, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Bengkalis, dan Kota
Pekanbaru.
Dalam gugatannya, LPPHI menggunakan 8 regulasi sebagai dasar hukum
gugatan, di antaranya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor
P.101/MENLHK/SETJEN/KUM.1/11/2018 tentang Pedoman Pemulihan
Lahan Terkontaminasi
Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun,
hingga Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang HAM,
di mana setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang
baik dan sehat.
Sementara itu,
Kordinator Hukum LPPHI, Agustinus Hutajulu, mengatakan, meskipun dasar hukum gugatan ada yang mengalami
perubahan,
seperti Pasal 88 Undang-undang32 Tahun 2009, yang mengalami
perubahan setelah munculnya Undang-Undang Omnibus
Law Nomor
11 Tahun 2020, hal tersebut tidak menghilangkan subtansi
tanggung jawab perusahaan apa yang telah dilakukan.
Baca Juga:
Rakyat Harus Tahu, Inilah 4 Aset yang Berhasil Direbut Jokowi dari Asing
Adapun perbedaan antara Pasal
88 dalam Undang-Undang 32 Tahun
2009 dengan regulasi omnibus law,
terletak pada hilangnya frasa "tanpa perlu pembuktian unsur
kesalahan".
Dalam regulasi omnibus law
pasal tersebut diubah dengan bunyi sebagai berikut:
"Setiap orang yang
tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan (B3), menghasilkan
dan/atau mengelolah limbah (B3), dan/atau yang menimbulkan ancaman serius
terhadap lingkungan hidup bertanggungjawab mutlak atas kerugian yang terjadi
dari usaha dan/atau kegiatannya."