Setelah itu, pemungutan suara digelar pada 14 Februari 2024. Masyarakat tak hanya memilih calon presiden, tetapi juga caleg DPR, DPRD serta DPD.
Terpisah, hasil analisis Drone Emprit menyebutkan Generasi Z atau generasi yang lahir antara tahun 1995 sampai 2012 bisa menjadi peredam potensi polarisasi Pemilu 2024.
Baca Juga:
Cegah Polarisasi, Pemilu 2024 Harus Bebas dari Politik Identitas
"Generasi Z ini tidak sepenuhnya menyepakati narasi-narasi yang diangkat oleh seniornya (Milenial dan Generasi X), kalau saya lihat lebih kritis terhadap informasi," kata Lead Analyst Drone Emprit Rizal Nova Mujahid saat dihubungi di Yogyakarta, Kamis (27/10), dikutip dari Antara.
Menurut Rizal, Generasi Z dengan usia antara 13 sampai 23 tahun dalam peta percakapan di media sosial cenderung tidak mengikuti narasi yang dibangun generasi milenial (25-34 tahun) dan generasi X (41-56 tahun) menjelang Pemilu 2024.
Sementara, generasi milenial belum mengarah pada adu gagasan atau program, melainkan masih bersifat menyerang pribadi tokoh dengan isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) seperti saat Pilkada DKI 2017 dan Pemilu 2019.
Baca Juga:
Untuk Redam Polarisasi, Bawaslu akan Siapkan Satgas Medsos Pemilu
"Enggak ada narasi yang lain, polanya masih sama, mengarah ke orangnya, serangan ke personal, dan bukan serangan kepada program," kata dia.
Rizal pun menilai pola narasi Generasi Milenial di medsos masih berpotensi memicu polarisasi. "Sebenarnya polarisasi bukan sudah terpetakan, tapi sudah terjadi. Kami melihat polarisasi sudah lama berjalan dan masih berjalan," ujarnya.
Karena itu, Generasi Z yang memiliki persentase pengguna medsos mencapai 8,2 persen (13-17 tahun) sampai 11,6 persen (18-24 tahun) dengan karakter yang kritis perlu terus diarahkan dan didorong untuk meredam polarisasi.