Sebab, kata dia, AD parpol mengatur syarat menjadi anggota partai.
"Syarat menjadi anggota itu mengikat setiap orang yang belum ingin menjadi anggota parpol tersebut. Parpol memang bukan lembaga negara, tetapi perannya sangat menentukan dalam negara, seperti mencalonkan Presiden dan ikut Pemilu," kata Yusril, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (9/11/2021).
Baca Juga:
Dugaan Pemalsuan Dokumen PBB, Yusril Diadukan ke Bareskrim
Lebih lanjut, ahli hukum tata negara itu mengatakan, Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan jelas mengatakan bahwa UU dapat mendelegasikan pengaturan lebih lanjut kepada peraturan perundang-undangan yang lebih rendah.
"Ketika UU mendelegasikan pengaturan lebih lanjut kepada AD/ART partai, maka apa status AD/ART tersebut? Kalau demikian pemahaman MA, berarti adalah suatu kesalahan apabila UU mendelegasikan pengaturan lebih lanjut kepada AD/ART," lanjutnya.
Menurut Yusril, pertimbangan hukum MA dalam memeriksa perkara ini terlihat sangat elementer.
Baca Juga:
Yusril Ihza Mahendra Mundur dari PBB, Fahri Bachmid Jadi Penjabat Ketum
Dia menilai, pertimbangan tersebut masih jauh untuk dikatakan masuk ke area filsafat hukum dan teori ilmu hukum untuk memahami pembentukan norma hukum secara mendalam.
Karena itu, menurut Yusril, dia dapat memahami mengapa MA sampai pada keputusan menyatakan permohonan tidak dapat diterima tanpa memandang perlu untuk memeriksa seluruh argumen yang dikemukakan dalam permohonan.
"Walaupun secara akademik putusan MA tersebut dapat diperdebatkan, namun sebagai sebuah putusan lembaga peradilan tertinggi, putusan itu final dan mengikat," bebernya.