WahanaNews.co | Kabareskrim Polri Komisaris Jenderal Agus Andrianto menegaskan, Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, tak hanya berlaku bagi korban perempuan dan anak-anak.
Justru, jika adanya laporan kekerasan seksual dari laki-laki menunjukan bahwa korban kekerasan seksual dapat menimpa siapa saja.
Baca Juga:
Warga Negara Ukraina-Rusia Bersatu 'Sulap' Vila di Bali Jadi Lab Narkoba
Dalam webinar bertajuk Peran Perempuan dalam Penanganan Secara Komprehensif Kasus Kekerasan Seksual pada Perempuan dan Anak, melalui akun YouTube Bhayangkari, Agus bercerita, saat mengisi sebuah seminar bersama Ketua DPR Puan Maharani, terdapat pertanyaan bagaimana jika seorang laki-laki mendapatkan kekerasan seksual, namun malu untuk melapor ke polisi.
"Seharusnya tidak malu untuk melaporkan, karena sesungguhnya kalau ini dilaporkan akan ada keseimbangan, yang menjadi korban sesungguhnya tidak hanya perempuan dan anak, tapi juga bisa kaum laki-laki menjadi korban kekerasan," ujar Agus, Selasa (17/5).
Dia memahami, korban kekerasan seksual yang tepublikasi berasal dari kaum perempuan dan anak-anak. Namun Agus kembali menekankan bahwa setiap gender dapat menjadi korban kekerasan seksual.
Baca Juga:
Kabareskrim Polri Katakan Panji Gumilang Pernah Masuk Penjara
Usai DPR mensahkan rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual menjadi Undang-Undang, pada Selasa (12/4) lalu, respon positif mengalir dari berbagai pihak.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga, berharap pengesahan Undang-Undang ini menjadi titik balik perlindungan negara untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual.
Saat ini, Kementerian PPPA sedang menyusun aturan turunan dari Undang-Undang tersebut.
"Diharapkan dengan adanya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual ini dapat memberikan perlindungan komprehensif terhadap korban kekerasan seksual serta upaya mencegah segala bentuk kekerasan seksual menangani melindungi dan memulihkan korban," kata Bintang dalam webinar Pengesahan RUU TPKS, Rabu (13/4).
Bintang menyampaikan, proses panjang pengesahan Undang-Undang ini disebabkan daftar invetaris masalah yang perlu dibahas secara komprehensif. Pembahasan ini pun melibatkan banyak pihak, seperti para pakar, tokoh agama, tokoh adat, akademisi, dan sebagainya.
Setelah pembahasan panjang itu, DPR akhirnya menyampaikan sikap yang mengesahkan rangangan Undang-Undang menjadi Undang-Undang.
Melalui UU TPKS, Bintang juga berharap kekerasan seksual dapat ditekan dan tidak terjadi kejadian yang berulang.
"Menjamin ketidalberulangan terjadinya kekerasan seksual serta memberikan kepastian dan percepatan pemenuhan hak-hak korban," imbuhnya.
Bintang juga menyampaikan terobosan dalam UU TPKS, yaitu pengualifikasian jenis tindak pidana seksual beserta tindak pidana lain yang dinyatakan secara tegas menjadi tindak pidana kekerasan seksual, pengaturan hukum acara yang komprehensif, hingga pengakuan dan jaminan hak korban atas penanganan, pelindungan dan pemulihan yang merupakan kewajiban negara dan dilaksanakan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan korban.
Terdapat 9 jenis kekerasan seksual ini diatur dalam UU TPKS, Pasal 4 ayat.
Berikut isi pasal 4:
(1) Tindak Pidana Kekerasan Seksual terdiri atas:
a. pelecehan seksual nonfisik;
b. pelecehan seksual fisik;
c. pemaksaan kontrasepsi;
d. pemaksaan sterilisasi;
e. pemaksaan perkawinan;
f. penyiksaan seksual;
g. eksploitasi seksual;
h. perbudakan seksual; dan
i. kekerasan seksual berbasis elektronik. [qnt]