Jika Imam Nahrawi tidak membayarkan
uang pengganti dalam waktu satu bulan setelah berkekuatan hukum tetap, maka
harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti
tersebut.
Selain itu, hak untuk dipilih dari
jabatan publik selama empat tahun juga turut dicabut.
Baca Juga:
Munas VI Kormi 2024, Kemenpora Harap Hasilkan Gebrakan Strategis untuk Indonesia Lebih Sehat dan Bugar
Hakim juga menolak justice collaboratore (JC) yang diajukan
politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.
Imam terbukti secara sah dan
meyakinkan menerima suap sebesar 11.500.000.000 bersama-sama dengan asisten
pribadinya, Miftahul Ulum.
Suap dari Ending Fuad Hamidy selaku
Sekretaris Jenderal KONI dan Johnny E Awuy selaku Bendahara Umum KONI itu
diberikan kepada Imam melalui Miftahul Ulum untuk mempercepat proses
persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan oleh KONI Pusat
kepada Kempora tahun anggaran 2018.
Baca Juga:
Indonesia Bugar Bakal Dilakukan Sejak Usia Sekolah Dasar
Imam Nahrawi juga diyakini
bersama-sama Miftahul Ulum menerima gratifikasi dengan total Rp 8,3 miliar.
Penerimaan gratifikasi itu dilakukan
Imam melalui Ulum secara bertahap dari sejumlah pihak.
Imam divonis melanggar Pasal 12 huruf
a Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan
kesatu alternatif pertama.